MAKALAH
PEMILU LEGISLATIF YANG IDEAL
DISUSUN OLEH :
Kelompok 2 ANGGA ABDUL MALIK
TETY
SETIAWATY
NURROHMAWATI
Prodi S1-Manajemen
Pendidikan Islam
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Semester 1 (satu)
UNIVERSITAS
SINGAPERBANGSA KARAWANG
Jl.H.S.Ronggowaluyo/Teluk
Jambe Karawang
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “PEMILIHAN LEGISLATIF YANG IDEAL”
Makalah ini berisikan tentang pelaksanaan
calon pemilihan legislatif yang ideal dan tentunya demokratis di negara ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Karawang, 20 desember 2013
Penyusun Penyusun Penyusun
ANGGA ABDUL MALIK TETY SETIAWATY
NURROHMAWATI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
PEMILU merupakan langkah utama dalam
menentukan pemimpin negara. Karena pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat,
maka PEMILU hendaknya dilaksanakan di seluruh penjuru wilayah negara tersebut.
Pada dasarnya, pemerintahan di
Indonesia-India tidak jauh berbeda. Contohnya yaitu, sama-sama menggunakan
PEMILU sebagai cara memilih presiden-wakil presiden. Namun, perbedaan di antara
kedua negara ini sangat terlihat dari pelaksanaan, proses dan pengawasan PEMILU
itu sendiri.
Pemilu adalah sarana untuk melaksanakan
kedaulatan rakyat berdasarkan asas langsung, umum, benas dan rahasia (LUBER)
serta jujur dan adil (JURDIL). Sedangkan partai politik adalah sekelompok warga
Negara Republik Indonesia yang secara sukarela atas dasar persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan
Negara melalui pemilu.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat
memberikan sedikit pemahaman tentang apa yang dinamakan dengan Pemilihan Calon
Legislatif yang nantinya menjadi wakil rakyat (DPR, DPRD,DPD), bagaimana
tentang gambaran umumnya serta bagimana cara penghitungan suara pemilih.
Rumusan masalah:
Rumusan makalah ini adalah
1.Bagaimana gambaran umum pelaksanaan pemilihan
calon anggota dewan legislatif?
2.Bagaimana sistem pemilihan umum calon
anggota dewan legislatif?
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1.Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang
gambaran umum pelaksanaan pemilihan calon anggota dewan legislatif.
2.Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang
sisitem pemilihan umum calon anggota dewan legislatif.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia adalah salah satu Negara di dunia
yang menerapkan sistem politik demokrasi. Demokrasi di Indonesia ini, mempunyai
sebuah slogan yang cukup singkat, akan tetapi mempunyai makna yang cukup dalam.
Slogan yang dimaksud adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Bercermin dari slogan tersebut, dapatlah kita ketahui bahwa demokrasi yang
diterapkan di Indonesia ini adalah demokrasi keterwakilan, yang mana salah satu
contoh pengejawantahan daripada demokrasi ini adalah adanya pesta demokrasi,
yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Salah satu pemilu yang krusial atau penting
dalam katatanegaraan Indonesia adalah pemilu untuk memilih wakil rakyat yang
akan duduk dalam parlemen, yang biasa kita kenal dengan sebutan Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam pemilu ini, rakyat dapat mencalonkan dirinya
untuk menjadi peserta pemilu tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada. Kemudian
daripada itu, yang berperan dalam hal memilih, juga rakyat. Rakyatlah yang
memilih para wakilnya yang akan duduk dalam parlemen. Setelah terpilih menjadi
anggota parlemen, para konstituen tersebut pada hakikatnya adalah bekerja untuk
rakyat secara menyeluruh. Itulah yang dinamakan dengan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
1.gambaran umum pelaksanaan pemilihan calon
anggota dewan legislatif
Pemilu 2009 diadakan untuk memilih anggota
DPR, anggota DPD, anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, yang terakhir adalah
Presiden dan Wakil Presiden. Pemungutan suara dan penghitungan suara
dilaksanakan secara serentak pada tanggal 9 April 2009. KPU menetapkan hasil
pemilu secara Nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon
anggota DPR dan calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
hari/tanggal pemungutan suara. KPU provinsi menetapkan hasil perolehan suara
partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat 15 (lima belas)
hari setelah hari/tanggal pemungutan suara. KPU kabupaten/kota menetapkan hasil
perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota paling
lambat 12 (dua belas) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara. Pemungutan
suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan paling lama 3 (tiga)
bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum anggota DPRD, DPD, DPRD,
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Penetapan pasangan calon terpilih paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden dan
Wakil Presiden.
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang
memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah
Nasional dalam pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden.
2
Pemilihan umum anggota DPR:
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem
proporsional terbuka yang perhitungannya didasarkan pada sejumlah daerah
pemilihan, dengan peserta pemilu adalah partai politik. Pemilihan umum ini
adalah yang pertama kalinya dilakukan dengan penetapan calon terpilih
berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut (pemilih
memilih calon anggota DPR, bukan partai politik).
Ø
Peserta
Pemilihan Umum
Anggota DPR 2009 diikuti oleh 38 partai politik. Pada 7 Juli 2008, Komisi
Pemilihan Umum mengumumkan daftar 34 partai politik yang dinyatakan lolos
verifikasi faktual untuk mengikuti Pemilu 2009, dimana 18 partai diantaranya
merupakan partai politik yang baru pertama kali mengikuti pemilu ataupun baru
mengganti namanya. 16 partai lainnya merupakan peserta Pemilu 2004 yang
berhasil mendapatkan kursi di DPR periode 2004-2009, sehingga langsung berhak
menjadi peserta Pemilu 2009. Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa seluruh partai politik peserta Pemilu 2004 berhak menjadi
peserta Pemilu 2009, sehingga berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) DKI Jakarta No. 104/VI/2008/PTUN.JKT.
Ø .Daerah pemilihan
Daerah pemilihan Pemilihan Umum Anggota DPR adalah provinsi atau
gabungan kabupaten/kota dalam 1 provinsi, dengan total 77 daerah pemilihan.
Jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan berkisar antara 3-10 kursi, yang
ditentukan sesuai dengan jumlah penduduk.
Ø Hasil
Pada 9 Mei 2009, KPU menetapkan hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR 2009 setelah 14 hari (26 April 2009 - 9 Mei 2009)
melaksanakan rekapitulasi penghitungan suara secara nasional.Hasil yang
diumumkan meliputi perolehan suara berikut jumlah kursi masing-masing partai
politik di DPR. Penetapan jumlah kursi kemudian direvisi oleh KPU pada 13 Mei
2009 setelah terjadi perbedaan pendapat mengenai metode penghitungannya. Revisi
kemudian kembali dilakukan berdasarkan keputusan MK.
Pemilihan anggota DPD:
Pemilihan Umum Anggota DPD 2009 dilaksanakan dengan
sistem distrik berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan.
Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi,
dengan daerah pemilihan adalah provinsi.
Pemilihan anggota DPRD:
Pemilihan Umum Anggota DPRD 2009 dilaksanakan dengan
sistem, aturan dan peserta yang sama dengan Pemilihan Umum Anggota DPR. Khusus
untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ada tambahan 6 partai politik lokal
yang berhak mengikuti Pemilihan Umum Anggota DPRD di provinsi tersebut, sesuai
dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan Nota Kesepahaman Helsinki 2005.
3
2. Sistem pemilihan umum anggota
dewan legislatif
Sistem Pemilu berdasarkan pasal 5 UU Nomor 10 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD menggunakan sistem pemilu
proporsional terbuka merubah definisi system pemilu sebelumnya (2004) yang menggunakan
sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.
Sistem proporsional terbuka menentukan calon anggota
legislatif dapat menjadi anggota legislatif melalui pemilihan umum dengan
ketentuan :
1. Calon terpilih ditetapkan dengan batasan prosentase
terhadap bilangan
pembagi pemilih
(BPP) sebesar 30 %.
2. Bila terdapat lebih dari satu calon yang mencapai 30
%, atau bila sama sekali
tidak ada
satupun calon yang mencapai 30 % maka penentuan calon terpilih
berdasarkan
pada nomor urut.
Ketentuan penetapan calon terpilih dengan 30 % BPP
menunjukan bahwa Partai Politik belum rela menyerahkan kepada rakyat untuk
memilih wakilnya secara langsung di parlemen. Karena bila dalam satu daerah
pemilihan, jumlah calon yang memperolah suara 30 % BPP melebihi jumlah kursi
yang diperoleh parpol maka penentuan siapa yang menjadi wakil di DPR ditentukan
berdasarkan nomor urut dalam daftar calon parpol bersangkutan. Demikian juga,
bila dalam satu daerah pemilihan suatu parpol memperoleh satu atau lebih kursi
DPR akan tetapi tidak ada satupun calon dari parpol mendapat suara 30 % BPP,
maka penetapan calon terpilih didasarkan pada nomor urut dalam daftar calon
bersangkutan. Ketentuan ini belum akan merubah peran dominan parpol untuk
menetapkan calon terpilih. Terlebih lagi
dengan jumlah parpol peserta pemilu yang berjumlah banyak
akan sulit bagi calon untuk memperoleh 30 % BPP. Sistem ini dinilai mengingkari
kedaulatan rakyat, karena relasi konstituen dengan dengan wakilnya akan
terdistorsi oleh parpol. Sistem ini memang benar merupakan suatu kemajuan
daripada sistem pemilu tahun 2004, yang menggunakan sistem proporsional daftar
calon terbuka dengan nomor urut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun
2003. Akan tetapi tetap Sejarah Demokrasi, Pemilihan Umum, Serta Refleksi
Pemilihan Umum Tahun 2009 di Lumajang.
dengan dengan penetapan calon terpilih 30 % dari BPP,
masih mendistorsi hubungan konstituen dengan wakilnya oleh parpol. Sistem ini
kemudian oleh Mahkamah Konstitusi disempurnakan menjadi sistem proporsional
dengan daftar calon terbuka berdasarkan suara sah terbanyak. Dimana sistem
penetapan berdasarkan 30 % BPP tidak diberlakukan, dan diberlakukan sistem baru
berdasarkan perolehan suara terbanyak. Dimana calon anggota legislatif dapat
terpilih menjadi anggota legislatif bila :
4
1. Parpolnya telah melewati parliamentary threshold 2,5%
(pasal 1 ayat 27)
2. Parpolnya mendapatkan sejumlah kursi yang dihitung
berdasarkan jumlah
suara sah yang
masuk untuk parpol atau calon legislatif yang tersedia di dalam
daerah
pemilihannya ;
3. Calon mendapatkan suara terbanyak di dalam daftar nama
calon anggota
Anggota DPRD
di daerah pemilihan yang diusulkan oleh parpolnya.
5
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan, bahwa:
Salah
satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu)
yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2),
menyatakan bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD”. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut ketentuan UUD.
Salah satu wujud kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan pemilihan umum untuk
memilih DPR, DPD, dan DPRD atau yang sering disebut dengan pemilihan umum
legislatif. Tanpa terselenggaranya pemilu maka hilanglah sifat demokratis suatu
negara. Demikian pula, agar sifat negara demokratis tersebut dapat terjamin
oleh adanya pemilu, maka penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan
secaralangsung, umum, bebas, jujur, adil dan berkualitas.
Saran
Dari
pembahasan di atas saran penulis adalah:
Kami
sebagai penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan yang tertulis dalam
makalah kami ini, dan kami sangat berharap atas kritik dan saran dari para
pembaca sekalian.