MAKALAH
TIGA DIMENSI AKHLAKUL
KARIMAH
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK
4 ANGGA ABDUL MALIK
ARSELAWATI
DAMAYANTI
PRODI SI-Manajemen
Pendidikan Islam
MATA KULIAH AKHLAK TASAWUF
SEMESTER II
(dua)
UNIVERSITAS
SINGAPERBANGSA KARAWANG
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kata
akhlaq merupakan bentuk dari kata khuluq dalam bahasa arab mempunyai asal kata
yang sama dengan yang khalik (Pencipta, Allah) dan makhluk, semuanya itu
berasal dari kata khalaqa (menciptakan). Dengan demikian kata khuluq dan akhlaq
tidak hanya mengacu kepada penciptaan atau kejadian manusia melainkan mengacu
juga pada konsep penciptaan alam semesta sbagai makhluk.
Dari
pengertian etimologis (bahasa) akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau
norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesame manusia dengan tuhan dan
alam semesta.
Selain
itu di dalam kata akhlaq mencakup pengertian terciptanya keterpaduan antara
kehendak khalik dengan perilaku makhluk. Artinya tata perilaku seseorang
terhadap orang lain dan lingkungannya disebut mengandung nilai akhlak, manakala
tindakan atau perilaku tersebut didasakan kepada kehendak Allah SWT, karena itu
sesuai dengan tuntunan akhlak, segala motivasi tindakan (niat) harus mengacu
kepada semangat taqwa kepada Allah (Taqwallah).
Sedangkan
karimah artinya mulia, terpuji, baik. Jadi, akhlaqul karimah ialah budi pekerti
atau perangai yang mulia.
Rumusan
masalah
Rumusan
masalah makalah ini adalah:
A.Bagaimana
akhlak terhadap Allah SWT?...
B.Bagaimana
akhlak terhadap sesama manusia?...
C.Bagaimana
akhlak terhadap lingkungan?...
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah:
A.Memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana akhlak terhadap Allah SWT.
B.Memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana akhlak terhadap sesama manusia.
C.Memberikan
pemahaman kepada pembaca tentang bagaimana akhlak terhadap lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akhlak
terhadap Allah SWT
Kita
sebagai umat islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada Allah, karena
Allah lah yang telah menyempurnakan kita sebagai manusia yang sempurna. Untuk
itu akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik jangan akhlak yang buruk.
Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus bersyukur kepada Allah.
Menurut
pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan
dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat
terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan
mampu menjangkaunya.
Seorang
yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik terhadap Allah
ta’ala dan sesamanya. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
حُسْن الْخُلُق قِسْمَانِ أَحَدهمَا مَعَ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ ، وَهُوَ
أَنْ يَعْلَم أَنَّ كُلّ مَا يَكُون مِنْك يُوجِب عُذْرًا ، وَكُلّ مَا يَأْتِي مِنْ
اللَّه يُوجِب شُكْرًا ، فَلَا تَزَال شَاكِرًا لَهُ مُعْتَذِرًا
إِلَيْهِ سَائِرًا إِلَيْهِ بَيْن مُطَالَعَة وَشُهُود عَيْب نَفْسك وَأَعْمَالك
.وَالْقِسْم الثَّانِي : حُسْن الْخُلُق مَعَ النَّاس .وَجَمَاعَة أَمْرَانِ
: بَذْل الْمَعْرُوف قَوْلًا وَفِعْلًا ، وَكَفّ الْأَذَى قَوْلًا وَفِعْلًا
Artinya: Keluhuran akhlak itu
terbagi dua. Yang Pertama, akhlak yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa
segala amalan yang anda kerjakan mesti (mengandung kekurangan/ketidaksempurnaan)
sehingga membutuhkan udzur (dari-Nya) dan segala sesuatu yang berasal dari-Nya
harus disyukuri. Dengan demikian, anda senantiasa bersyukur kepada-Nya dan
meminta maaf kepada-Nya serta berjalan kepada-Nya sembari memperhatikan dan
mengakui kekurangan diri dan amalan anda. Kedua, akhlak yang baik terhadap
sesama. kuncinya terdapat dalam dua perkara, yaitu berbuat baik dan tidak
mengganggu sesama dalam bentuk perkataan dan perbuatan.
Adapun contoh Akhlak kepada Allah
itu antara lain:
a.Taqwa kepada
Allah SWT.
taqwa adalah
memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala Perintahnya dan
menjauhi segala larangannya.
b.Cinta kepada
Allah SWT.
cinta yaitu
kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang
terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa
kasih sayang.
c.Ikhlas
yaitu
semata-mata mengharap ridlo Allah. Jadi segala apa yang kita lakukan itu
semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT.
d.Khauf dan
raja’
Khauf yaitu
kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukaiyang akan menimpanya,
atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya.
Raja’ yaitu
memautkan hati pada sesuatu yang disukai.
e.Bersyukrur
terhadap nikmat yang diberikan Allah
Syukur yaitu
memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurny
seorang h amba berkisar atas tiga hal, yang jika ketigany tidak berkumpul maka
tidaklah dinamakann syukur. Tiga hal itu yaitu mengakui nikmat dalam batin,
membicaraknnya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana taat kepada
Allah.
B.Akhlak
terhadap sesama manusia
Berakhlak baik
terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan
hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin yang
paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik
diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR. Ahmad).
Penerapan akhlak
sesama manusia yang dan merupakan akhlak yang terpuji adalah sebagai berikut:
Husnuzan
Berasal dari
lafal husnun ( baik ) dan Adhamu (Prasangka). Husnuzan berarti prasangka,
perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni berprasangka buruk
terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib, wujud husnuzan
kepada Allah dan Rasul-Nya antara lain:
Meyakini
dengan sepenuh hati bahwa semua perintah Allah dan Rasul-Nya Adalah untuk
kebaikan manusiaMeyakini dengan sepenuh hati bahwa semua larangan agama pasti
berakibat buruk.
Hukum husnuzan
kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan). Husnuzan kepada sesama
manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah berbuat suatu kebaikan.
Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi pelakunya sendiri maupun
orang lain.
a.Tawadu’
Tawadu’
berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan diri
dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur. Rasulullah Saw bersabda :
“Barangsiapa rendah hati kepada saudaranya semuslim maka Allah akan mengangkat
derajatnya, dan barangsiapa mengangkat diri terhadapnya maka Allah akan
merendahkannya” (HR. Ath-Thabrani).
b.Tasamu
Artinya sikap
tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia. Allah
berfirman, ”Untukmu agamamu, dan untukku agamaku (Q.S. Alkafirun/109: 6) Ayat
tersebut
menjelaskan bahwa masing-masing pihak bebas melaksanakan ajaran agama yang
diyakini.
c.Ta’awun
Ta’awun
berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama manusia.
Allah berfirman, ”…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”(Q.S.
Al Maidah/5:2)
C.Akhlak
terhadap lingkungan
Yang dimaksud
lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik
binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.Pada dasarnya,
akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.Dalam pandangan
akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti
manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan,
dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan
manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan
kata lain, "Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai
perusakan pada diri manusia sendiri."
Binatang,
tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan
menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan
ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah
"umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu
dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan
burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya --seperti
ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam tafsirnya-- "Tidak boleh
diperlakukan secara aniaya."
Jangankan
dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk Al-Quran yang
melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang,
bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa,
tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan
tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.
Apa saja yang
kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas
pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ... (QS Al-Hasyr [59]: 5).
Bahwa semuanya
adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun yang
berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus
dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi,
setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang
tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut
pemeliharaan dan pemanfatannya", demikian kandungan penjelasan Nabi saw
tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8 yang berbunyi,
"Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat
(yang kamu peroleh)." Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak alpa
dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk
memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut
apa yang berada di sekitar manusia.
Akhirnya kita
dapat mengakhiri uraian ini dengan menyatakan bahwa keberagamaan seseorang
diukur dari akhlaknya. Nabi bersabda : "Agama adalah hubungan interaksi
yang baik."
Beliau juga
bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal)
seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur. (Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
pembahasan makalah ini, penulis menyimpulkan, bahwa akhlak kepada Allah
merupakan pondasi dasar yang harus di bangun , karena jika seseorang benar-
benar memiliki akhlak yang baik terhadap Allah, maka akhlaknya terhadap manusia
dan lingkungan pun akan ikut baik.begitupun sebaliknya.
SARAN
Dari
pembahasan makalah ini, penulis
mengharapkan setelah mempelajari akhlakul karimah ini, dapat di
aplikasikan dikehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar