MAKALAH
MENINGGALKAN SYUBHAT
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK
5 ANGGA ABDUL MALIK
DAMAYANTI
ARSELAWATI
MATA
KULIAH HADIS TARBAWI
PRODI S1- Manajemen
Pendidikan Islam
SEMESTER II (DUA)
UNIVERSITAS
SINGAPERBANGSA KARAWANG
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib
mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’, sebagai konsekuensi keimanannya
pada Islam. Sabda Rasulullah SAW,"Tidak sempurna iman salah seorang dari
kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)." Maka dari
itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya
perbuatan yang dilakukannya dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya makanan, obat,
perilaku, ibadah dan lain-lain.
Maknanya adalah yang halal itu jelas, tidak meragukan, sebagaimana
yang haram juga jelas, tidak meragukan. Di antara keduanya ada barang yang
syubhat yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya dan mereka tidak tahu
apakah itu halal atau haram. Apabila tidak tahu halal dan haram suatu hal, maka
akan timbul suatu penyakit yaitu syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada
penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila
syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat
sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.
Seringkali penyakit hati bertambah parah, namun pemiliknya tak juga menyadari.
Karena ia tak sempat bahkan enggan mengetahui cara penyembuhan dan sebab-sebab
(munculnya) penyakit tersebut. Bahkan terkadang hatinya sudah mati, pemiliknya
belum juga sadar kalau sudah mati. Sebagai buktinya, ia sama sekali tidak
merasa sakit akibat luka-luka dari berbagai perbuatan buruk.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan di makalah ini adalah:
1. Apa pengertian syubhat?
2. Syubhat dan macam-macamnya?
3. Bagaimana upaya setiap umat untuk menjauhi hal-hal syubhat?
4. Mengapa kita menjauhi perkara syubhat?
5. Apa manfaat meninggalkan perkara syubhat?
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah hadits tarbawi dan sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan kita serta
menjadi masukan/solusi bagi kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang
tidak terlepas dari hal-hal bersifat syubhat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian syubhat
Yaitu keragu-raguan atau kekurang jelasan tentang sesuatu (apakah halal atau haram dsb) karena
kurang jelas status hukumnya; tidak terang (jelas) antara halal dan haram atau
antara benar dan salah.
Sabda asulullah SAW:
Artinya: Dari
Abu Abdillah, Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang
halal itu jelas, dan yang haram (juga) jelas, (namun) diantara keduanya itu ada
hal-hal yang syubhat, tidak banyak orang yang mengetahuinya. Barang siapa yang
menjaga (diri) dari perkara syubhat itu maka ia telah menjaga kebersihan agama
dan kehormatannya, dan barang siapa yang jatuh ke dalam perkara yang syubhat
maka ia (bisa) jatuh ke dalam perkara yang haram, seperti seorang pengembala
yang mengembalakan (ternaknya) disekitar kawasan terlarang, nyaris (ternak
gembalaannya itu) merumput di daerah terlarang tersebut. Ketahuilah! Bahwa
setiap raja itu mempunyai kawasan terlarang, ketahuilah! Bahwa kawasan
terlarang Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah! Di dalam jasad itu
terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka akan baik pula seluruh jasad, dan
apabila ia rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah! Ia itu adalah
hati (H.R. Bukhari, Muslim, dll/ Arba’in An-Naawiyah, hadits No.6).
2. Syubhat dan
macam-macamnya
Ulama berbeda pendapat tentang hukum syubhat. Ada yang berpendapat
haram, ada yang berpendapat makruh, namun ada juga yang berpendapat tawaquf
(tidak bisa diputuskan dengan pasti).
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi berkata dalam
mengomentari hadits di atas: Segala sesuatu itu dibagi menjadi tiga:
·
Pertama:
Halal, dan ini sangat jelas, seperti makan roti, buah-buahan dan lain
sebagainya dari makanan, juga seperti berjalan, melihat, dan amaliyah yang
lainnya.
·
Kedua:
Haram, dan ini juga sangat jelas, misalnya minum khamer, zina dan lain
sebagainya
·
Ketiga:
Syubhat, yang tidak jelas halal atau haramnya, yang karenanya banyak orang yang
tidak mengetahuinya. Sedangkan ulama bisa mengetahuinya melalui berbagai dalil
Al-Qur`an, Sunnah atau melalui qias. Jika tidak ada nash (al-Qur`an atau
sunnah) dan tidak ada ijma’, maka dilakukan ijtihad. Meski demikian, jalan yang
paling selamat adalah meninggalkan perkara syubhat.
Ibnu Munzir membagi syubhat pada tiga bagian:
·
Sesuatu
yang diketahui keharamannya secara jelas, namun kemudian timbul keraguan karena
bercampur dengan yang halal, dalam hal ini, hukumnya jelas jatuh pada haram,
seperti daging sapi yang tercampur dengan daging babi.
·
kebalikannya,
yaitu sesuatu yang jelas halalnya namun kemudian timbul keraguan, atau jika
keraguan itu muncul setelah ada rasa yakin, dalam hal ini kembali pada hukum
asal/ yang diyakini semula, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah kaidah
fiqh: اليقينلايزالبالشك / al-yaqiinu laa yazaalu bisy-syakk (sesuatu
yang telah diyakini itu tidak bisa digugurkan dengan keraguan). Umpamanya
seorang suami yang ragu-ragu apakah ia telah mengucapkan kalimat talak atau
belum, atau seseorang yang telah berwudhu kemudian ragu-ragu apakah ia sudah
batal atau belum.
·
sesuatu
yang diragukan halal atau haramnya. Dalam hal ini lebih baik menghindarinya,
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah terhadap kurma yang beliau temukan di
atas tikar beliau. Beliau tidak mau memakan kurma tersebut karena khawatir
kurma tersebut adalah kurma sedekah, sedangkan Rasulullah tidak boleh memakan
sedekah.
3. Upaya untuk menjauhi hal-hal syubhat
Beberapa hal yang bersifat syubhat
3.1 Merayakan Natal (Hari
Raya Umat Nasrani)
Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah artikan oleh
sebagian ummat Islam dan disangka merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Karena
salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan
Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Perayaan Natal bagi orang-orang
Kristen adalah merupakan ibadah. Sebagai landasan dari hal tersebut adalah
fatwa MUI tentang anjuran tidak mengikuti perayaan Natal di Indonesia:
a) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul
dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan
masalah keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al Qur`an surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: ” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
2. Al Qur`an surat Luqman ayat 15
Artinya: ” Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”
3. Al Qur`an surat Mumtahanah ayat 8:
Artinya: ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.”
b) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan
peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan :
1. Al Qur`an surat Al-Kafirun:
Artinya: ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang
bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui.”
3.2 Makanan (bahan tambahan makanan)
Banyak sekali pangan olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya
karena bahan tambahan makanannya yang masih perlu diteliti. Walaupun demikian,
kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram karena bahan-bahan
pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya tidak harus melalui
jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada berbagai alternatif
seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi.
Ada satu jenis bahan tambahan makanan yang juga rawan kehalalannya
(beberapa), sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan
tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran ini disebabkan oleh
karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan di antaranya etanol dan
gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar yang digunakan.
Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat
dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang
lemak atau turunannya. Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam
misalnya (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki
(ekstrusi), dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana
asalnya. Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya
bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak
untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari mana asam
lemaknya. Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini
jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia bahan dasar, di samping
pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya. Bisa
dibayangkan bagaimana repotnya mengaudit kehalalan bahan flavor ini, bukan
pekerjaan mudah dan kembali memerlukan keahlian dan bekal pengetahuan yang
tinggi di bidang ini, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
4. Menyikapi perkara syubhat
Fitnah
syubhat dapat dihadapi dengan ilmu. Sebagaimana perkataan Al-Imam Ibnul Qoyyim
rohimahulloh: “Seseorang yang kokoh dalam ilmu jika datang syubhat-syubhat
kepadanya sebanyak ombak lautan tidak akan menggoyahkan keyakinannya, dan sama
sekali tidak menimbulkan keraguan sedikitpun pada hatinya. Karena jika
seseorang telah kokoh dalam ilmu maka tidak akan digoyahkan oleh syubhat,
bahkan jika datang syubhat kapadanya akan
ditolak oleh penjaga ilmu dan pasukannya sehingga syubhat tersebut
akan kalah dan terbelenggu”
Cara orang menghadapi masalah syubhat inipun bermacam-macam, tergantung
kepada perbedaan pandangan mereka, perbedaan tabiat dan kebiasaan mereka, serta
juga perbedaan tingkat wara' mereka. Ada orang yang tergolong khawatir yang
senantiasa mencari masalah syubhat hingga yang paling kecil sehingga mereka
menemukannya. Seperti orang-orang yang meragukan binatang sembelihan di negara
Barat, hanya karena masalah yang sangat sepele dan remeh. Mereka mendekatkan
masalah yang jauh dan menyamakan hal yang mustahil dengan kenyataan. Mereka
mencari-cari dan bertanya-tanya sehingga mereka mempersempit ruang gerak mereka
sendiri, yang sebetulnya diluaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah: 101:
Artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu
dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dalam kitab Arba’in Nawawi
Artinya:”Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu
Rasulullah SAW. Dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah
SAW. (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak
meragukanmu.” (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh)
Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan,
ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu
termasuk dalam kategori syubhat.
5. Manfaat meninggalkan perkara syubhat
1. Meninggalkan sesuatu yang syubhat dan komit terhadap yang halal
dalam masalah apapun, dapat mengarahkan seorang muslim pada sikap wara’ yang
sangat potensial untuk menangkal bisikan setan, serta dapat mendatangkan
kebaikan yang sangat besar, di dunia maupun di akhirat. Dengan menjaga diri
dari perkara-perkara syubhat, maka akan terjaga agamanya maupun kehormatannya.
2. Orang yang meninggalkan syubhat pasti akan terpelihara
kehormatan dan agamanya, karena logikanya tidak mungkin seseorang mampu
meninggalkan berbagai perkara syubhat sementara ia sendiri masih bergelimang
dengan hal-hal yang haram.
3.Orang yang sudah terbiasa dengan hal-hal yang syubhat,
dikhawatirkan suatu saat akan terjerumus pada hal-hal yang haram. Dalam hal
ini, Rasulullah mengumpamakannya dengan orang yang mengembalakan kambing di
dekat daerah terlarang. Sepandai-pandainya pengembala menjaga kambingnya, suatu
saat pasti ada saatnya dia lengah, sementara kambing hanya tertarik pada
makanan tanpa peduli apakah itu telah masuk daerah terlarang dan berbahaya atau
tidak.
4.Dalam
hadits ini, seolah Rasul mengibaratkan nafsu manusia dengan kambing. Kambing
hanya menuruti naluri makannya tanpa peduli apakah daerah tempat ia merumput
dilarang untuk dimasuki dan berbahaya untuk dirinya sendiri ataukah tidak. Iman
yang tertanam
dalam dada adalah pengembala kambing tersebut. Kalau iman lemah dan
lengah dalam menjaga gembalaannya, maka nafsu akan lepas kendali. Dan
pengembala yang baik tidak akan mau mengambil resiko gembalaannya merumput di
tempat terlarang.
5. Diantara jalan menjaga kebersihannya adalah dengan tidak
membiasakan diri pada hal-hal yang syubhat. Karena bila sudah terbiasa dengan
hal-hal yang syubhat -apalagi yang haram-, hati tidak akan memiliki kepekaan
lagi terhadap hal yang haram. Ibarat seorang pemulung yang sudah terbiasa
mencium aroma busuknya sampah, maka ia tidak akan merasa terganggu dengan aroma
busuknya. Tidur dan makan di tengah aroma busuk sampah adalah hal biasa bagi
mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa
diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa
muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat
atau faktanya. Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang
membingungkan (karena ketidakjelasan atau kesamarannya), ragu antara halal dan
haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori
syubhat.
Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan
kehormatan kita dari noda-noda yang mungkin saja tanpa kita sadari menempel
pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan
bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya
saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung
menentukan sikap.
Bahwa setiap orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat maka:
·
Banyak
melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
·
Dia
termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang haram.
·
Tidak
akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya.
·
Dia
tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya.
·
Berkurangnya
kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.
B. Saran
Yang paling baik adalah bagaimana kita menghindari hal-hal yang
syubhat tersebut. Karena dengan menghindari hal yang syubhat kita telah menjaga
kesucian diri dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar