KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang
maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan
sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul “PENGEMBANGAN PELAYANAN KELEMBAGAAN ”, yang menurut kami dapat memberikan
manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari tentang bagaimana cara
meningkatkan kualitas suatu lembaga pendidikan.
Melalui kata pengantar ini penulis & penyusun lebih
dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan
pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat. Amiin…
Karawang, 09
Desember 2014
Penulis
Angga Abdul Malik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Lembaga pendidikan adalah
suatu lembaga yang bertujuan mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki
anak-anak agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manuasia, baik
secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk
mengembangkan potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan
sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan di atas
diperlukan suatu organisasi lembaga pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga
pendidikan dapat ditentukan berdasarkan suatu kriteria-kriteria
tertentu.Pengorganisasian suatu lembaga pendidikan tergantung
pada beberapa aspekantara lain: jalur, jenjang, dan jenis organisasi
lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Pada era globalisasi, lembaga pendidikan harus dapat
mencetak “leader-leader” yang tangguh dan berkualitas. “leader -leader” pada masa
yang akan datang harusdapat mengubah pola pikir untuk menyelesaikan
sesuatu dengan kekuatan manusia(manpower) menjadi pola pikir kekuatan otak
(mindpower). Konsep pendidikan jugaharus dapat menghasilkan out put lembaga
pendidikan yang dapat menciptakan “corporate culture ”, sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan norma– norma yang berlaku masa itu dan pada
gilirannya tumbuh kreativitas dan inisiatif, sehingga munculah peluang
baru (new opportunity). Out put pendidikan dimasa datang jugadiharapkan
dapat memandang manusia bukan sebagai pekerja tetapi sebagai mitrakerja
dengan keunggulan yang berbeda. Dengan demikian, seorang leader yang keluar
dari persaingan global, harus dapat memandang manusia sebagai manusia,bukan
pekerja.
Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh
nepotisme, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini
tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan
keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak
adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi
penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok
dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian
dan kualitas pelayanan. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat
terhadap layanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya
diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian.
Optimalisasi pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan
mudah, mengingat optimalisasi menyangkut berbagai aspek yang
telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Salah satu aspek
tersebut adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif.
Prosedur
dan etika pelayanan yang berkembang dalam birokrasipemerintah sangat jauh
dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga negara
yang berdaulat. Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah
pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku
warga, sehingga prosedurnya berbelit-belit dan rumit. Tidak hanya itu,
mulai masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS merupakan jabatan terhormat
yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, khususnya Jawa,
sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (publik servant) dalam arti
riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini terbukti dengan
sebutan pangreh raja (pemerintah negara) dan pamong
praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa
tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan siap untuk melayani.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ,makalah
ini akan menjelaskan mengenai:
1. Konsep standar pelayanan prima mengenai ruang
lingkup mengenai pelayanan berkualitas.
2. Standar pelayanan minimal.
3. Peningkatan standar mutu
1.3 Tujuan penulisan
Berdasarkan latar
belakang, dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah kami ini
adalah untuk mengetahui cara meningkatkan kualitas pelayanan lembaga
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep pelayanan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Dahlan, dkk., 1995:646) menjelaskan pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang
lain. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen
atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat
dimiliki. Sejalan dengan hal tersebut, Norman (1991:14) menyatakan
karakteristik pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan
sangat berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan
nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan
tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu
dan tempat bersamaan.
Pengertian lebih luas mengenai pelayanan disampaikan Daviddow
dan Uttal dalam Sutopo dan Suryanto (2003) bahwa pelayanan merupakan
usaha apa saja yang meningkatkan kepuasan pelanggan.
Pelayanan yang menjadi produk dari organisasi
pemerintahaan adalah pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan
tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat, baik
layanan sipil maupun publik. Artinya kegiatan pelayanan pada
dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak dan melekat pada setiap orang,
baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), serta dilakukan secara
universal. Teori ini sesuai dengan pendapat Moenir (1998) yang
menjelaskan bahwa hak atas pelayanan itu sifatnya universal, berlaku
terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak tersebut.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara No 63/KEP/M.PAN7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, yang disebut pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publiksebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-Undangan.
Berdasarkan teori para ahli
tersebut di atas, maka pelayanan adalah suatu kegiatan atau
tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan baik berupa barang
ataupun jasa yang menghasilkan manfaat bagi penerima layanan.
2.2 Pelayanan prima
Pelayanan prima merupakan
terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti
pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena
sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi
pelayanan. Jika pelayanan prima dikaitkan dengan
pelayanan publik, berartipemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat. Nurhasyim (2004) menyebut beberapa perilaku
pelayanan prima padasektor publik sebagai berikut:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada
pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau
sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik
dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar
dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti
luas masyarakat eksternal dan internal.
Apabila pelayanan prima dikaitkan dengan
pelayanan umum, maka pelayanan prima dapat diartikan sebagai
suatu proses pelayanan kepada masyarakat, baik berupa barang atau jasa
melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang
dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah
ditetapkan dalam organisasi.
Hasil pengkajian para ahli
menunjukkan pentingnya pelayananprima kepada pelanggan dengan
mengembangkan konsep Total Quality Service (TQS). Tujuan
dari TQS adalah mewujutkan tercapainya kepuasan pelanggan,
memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan
secara berkesinambungan. Konsep TQS menurut Tjipto (1997 ), yaitu:
1. Berfokus
kepada Pelanggan
Prioritas utama adalah mengidentifikasi
keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Selanjutnya dirancang sistem
yang dapat memberikan jasa atau layanan tertentu yang memenuhi
keinginan pelanggan.
2. Keterlibatan
Pegawai secara Menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya
peningkatan pelayanan hares dilibatkan secara total menyeluruh. Karena
itu, pimpinan harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas
terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan
kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam
organisasi, serta memperdayakan pegawai atau karyawan dalam merancang dan
memperbaiki barang, jasa,sistem dan organisasi.
3. Sistem Pengukuran
a.
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri hal-hal
berikut ini:
b.
Menyusun standar proses dan produk
c.
Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan kesesuaiannya
dengan keinginan pelanggan.
d.
Mengoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja.
4. Perbaikan Kesinambungan.
a.
Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
b.
Mengantisipasi perubahan keinginan, kebutuhan
dan harapan para pelanggan.
c.
Mengurangi waktu siklus proses produksi dan
distribusi.
d.
Dengan senang hati menerima umpan balik dari
pelanggan.
2.3 Standar pelayanan
minimal
Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom mengisyaratkan
adanya hak dan kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan tentang
perencanaan nasional yang menjadi pedoman atau acuan bagi penyelenggaraan
pendidikan di provinsi, kabupaten/ kota sebagai daerah otonom. Dalam rangka
standardisasi itulah, maka Mendiknas menerbitkan Kepmen No. 053/U/2001 tanggal
19 April 2001 tentang pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor
65 tahun 2005 Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Penerapan SPM dimaksudkan untuk
memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang
dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang
memadai. SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan:
a.
Merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah
Kabupaten/Kota yang menjadi tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan untuk
sekolah atau kantor departemen agama untuk madrasah (misalnya: penyediaan ruang
kelas dan penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun
kompetensi)
b.
Merupakan tanggung-jawab tidak langsung Pemerintah
Kabupaten/Kota Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama, karena
layanan diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah, para guru dan tenaga
kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan
Kantor Kementerian Agama (contoh: persiapan rencana pembelajaran dan evaluasi
hasil belajar siswa terjadi di sekolah, dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota).
SPM Pendidikan menyatakan secara tegas
dan rinci berbagai tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota oleh Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian
Agama dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. SPM Pendidikan menyatakan
secara tegas dan rinci berbagai hal yang harus disediakan dan dilakukan oleh
dinas pendidikan, sekolah/madrasah untuk memastikan bahwa pembelajaran bisa
berjalan dengan baik.
SPM menyatakan dengan jelas dan
tegas kepada warga masyarakat tentang tingkat layanan pendidikan yang dapat
mereka peroleh dari sekolah/ madrasah di daerah mereka masing-masing. SPM
tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan tahapan menuju pencapaian Standar
Nasional Pendidikan (SNP).
Pengembangan rencana peningkatan
mutu pendidikan setiap kabupaten/kota perlu memperhatikan kondisi pencapaian
SPM di daerah masing-masing. Setiap tahun program pencapaian SPM perlu dilaksanakan
sampai SPM benar-benar tercapai. Pelaksanaan dan capaian program juga di
monitor dan dievaluasi sehingga diketahui indikator apa saja yang belum
dicapai, dan berapa perkiraan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM.
Sehingga diharapkan semua kabupaten/kota telah mencapai SPM pada tahun 2014.
2.4 Peningkatan standar mutu
Standar mutu adalah suatu standar
yang ditetapkan oleh institusi penghasil produk terhadap mutu produk yang
dihasilkannya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap kualitas
produk yang digunakannya.
Kajian tentang standar mutu pada
awal perkembangannya banyak dilakukan dalam dunia bisnis dan industri. Para
pengusaha berusaha sekuat tenaga menghasilkan produk yang bermutu yang dapat
diterima secara baik oleh masyarakat. Pada tahap-tahap selanjutnya, seperti
yang diketahui bahwa kajian tentang standar mutu terus mengalami perkembangan
dan evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi
di berbagai bidang seperti manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini
juga di bidang pendidikan.
Beberapa tahun belangan ini telah
banyak standar mutu yang diperkenalkan, seperti BS5750, Standar Internasional
ISO9000, Akreditasi BAN-PT, Standar Nasional Indonesia - Badan
Standardisasi Nasional (SNI – BSN).
1. BS5750
BS5750 dan ISO9000 adalah alat
pemasaran yang sangat jitu bagi organisasi dengan menunjukan logo
registrasinya. BS5750 identik dengan standar Eropa EN29000, standar mutu
internasional ISO9000, dan standar mutu Amerika Serikat Q90. Perbandingan tersebut
adalah sebagai tambahan informasi bagi lembaga-lembaga yang berkeinginan untuk
membina hubungan atau kontrak internasional. Keuntungan yang bisa diraih
institusi pendidikan apabila sudah terdaftar adalah lembaga-lembaga tersebut
akan mengupayakan disiplin untuk menspesifikasikan dan mendokumentasikan sistem
mutu mereka dan akreditasi dari pihak ketiga. BS5750 dipublikasikan pertama
kali pada tahun 1979 dengan nama Quality Systems. Pada mulanya, ia adalah
sistem yang diterapkan oleh Menteri Pertahanan dan NATO yang dikenal sebagai
AQAP, Allied Quality Assurance Procedures ( Prosedur Jaminan Mutu
Sekutu), yang menjadi kebutuhan organisasi dalam posisi mereka sebagai
agen-agen belanja mereka.
Tujuan dari standar ISO 9001,
9002, dan 9003 adalah untuk memberikan jaminan kualitas dalam hal kontraktual
dengan pihak luar. Ini merupakan standar yang digunakan untuk mencatat sistem
kualitas pemasok. Ketiga standar ini bersifat saling melengkapi dan
pemilihannya tergantung pada ruang lingkup dan kompleksitas operasi perusahaan,
serta ukuran bisnisnya.
2. Akreadiatsi BAN-PT
Majelis BAN-PT pertama kali diangkat oleh menteri
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Kepmen Dikbud No. 187/U/1994, tanggal 7
Agustus 1994. Sekertariat BAN-PT pertama kali beroperasi mulai Agustus–1994,
sedangkan proses akreditasi pertama kali dilakukan pada tahun 1996.
Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu
serta penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan
tinggi) oleh pihak di luar lembaga pendidikan itu sendiri. Mengingat adanya
berbagai pengertian tentang hakikat perguruan tinggi (Barnet, 1992) maka
kriteria akreditasi pun dapat berbeda-beda. Barnet menunjukkan, bahwa
setidak-tidaknya ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan
tinggi :
a. Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga
kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam pengertian ini pendidikan
tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai keluaran (output)
yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan
itu diukur dengan tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment
rate) dan kadang-kadang diukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka
peroleh dalam karirnya.
b. Perguruan tinggi sebagai lembaga pelatihan
bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi ditentukan oleh penampilan/prestasi
penelitian anggota staf. Ukuruan masukan dan keluaran dihitung dengan jumlah
staf yang mendapat hadiah/penghargaan dari hasil penelitiannya (baik di tingkat
nasional maupun di tingkat internasional), atau jumlah dana yang diterima oleh
staf dan/atau oleh lembaganya untuk kegiatan penelitian, ataupun jumlah
publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam majalah ilmiah yang diakui oleh pakar
sejawat (peer group).
c. Perguruan tinggi sebagai organisasi
pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian ini perguruan tinggi
dianggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang tersedia, jumlah mahasiswa
yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin besar.
d. Perguruan tinggi sebagai upaya memperluas
dan mempertinggi pengkayaan kehidupan. Indikator sukses kelembagaan terletak
pada cepatnya pertumbuhan jumlah mahasiswa dan variasi jenis program yang
ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang besar dan satuan biaya pendidikan setiap
mahasiswa yang rendah juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan perguruan
tinggi.
Perguruan tinggi di Indonesia merupakan campuran yang
mengandung unsur-unsur dari keempatnya, oleh karena itu sistem akreditasi
BAN-PT memperhatikan konsep dasar tersebut.
Peningkatan
mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan
faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu
mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek
proses pencapaian hasil tersebut. Ada dua macam peningkatan mutu
yaitu peningkatan mutu untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan dan
peningkatanmutu dalam konteks peningkatan standar mutu yang telah dicapai.
Peningkatan standar mutu dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi
(monev), evaluasi diri, audit, danbenchmarking.
Evaluasi diri dilakukan terutama untukmelihat kekuatan
dan kelemahan satuan pendidikan kaitannyadengan upaya pemenuhan standar.
Tahapan selanjutnya adalah Audit Mutu Akademik Internal untuk melihat kepatuhan
terhadapstandar mutu yang telah ditetapkan. Hasil-hasil yang diperoleh dari
tahapan monitoring dan evaluasi, evaluasi diri, dan audit mutu internal
serta ditambah dengan masukan dari seluruhstakeholders, digunakan
sebagai pertimbangan di dalam melakukan peningkatan mutu.
Apabila hasil evaluasi diri dan audit
menunjukkan bahwa standar mutu yang telah ditetapkan belumtercapai, maka harus
segera dilakukan tindakan perbaikan untukmencapai standar tersebut. Sebaliknya
apabila hasil evaluasi diridan audit menyatakan bahwa standar mutu yang
ditetapkan telah tercapai, maka pada proses perencanaan berikutnya standar mutu
tersebut ditingkatkan melalui benchmarking.Benchmarking adalah
upaya pembandingan standar baik antar bagian internal organisasi maupun dengan
standar eksternal secara berkelanjutan dengan tujuan untuk peningkatan standar
mutu. Terdapat tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh proses benchmarking adalah:1)
Seberapa baik kondisi kita sekarang? (Evaluasi Diri), 2. Harus menjadi seberapa
baik? (Target), 3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? (Rencana
Tindakan)
Perumusan standar mutu harus mengandung
unsur ABCD (audiens, behavior, competence, degree) dan tidak sekaligus
jadi.
Contoh Standar Mutu pada Dunia Pendidikan Nasional
diartikan sebagai sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum NKRI. Standar mutu dalam dunia pendidikan selanjutnya disebut
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Lingkup Standar Nasional
Pendidikan meliputi:
a. standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
b. standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
c. standar proses adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
d. standar pendidik dan tenaga
kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e. standar sarana dan prasarana adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
f. standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
g. standar pembiayaan adalah standar yang
mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun; dan
h. standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik.
Tingkat keberhasilan
peningkatkan standar mutu ditentukan oleh banyak faktor. Sebagai
contoh peningkatan standar mutu sekolah sangat ditentukan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas,
mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan
tabah dalam bekerja, memberikan layananyang optimal, dan disiplin kerja
yang kuat.
2.
Siswa
Pendekatan yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga
kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat
menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
3.
Guru
Pelibatan guru secara maksimal dengan meningkatkan kompetensi dan
profesi kerja guru dalam kegiatan seminar,
Musyawarah Guru MataPelajaran, lokakarya serta pelatihan sehingga
hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4.
Kurikulum
Adanya kurikulum yang ajeg dan tetap tetapi dinamis, dapat
memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga tujuan dapat
dicapai secara maksimal
5.
Jaringan Kerjasama
Jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan
masyarakat semata tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan,instansi
sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
6.
Tim Pengendali Mutu
Tim Pengendali Mutu mempunyai peranan penting dalam menjamin
keberlangsungan standar mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Tim ini
merupakan tim independen yang melaksanakan dan melakukan audit mutu secara
berkala.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
pelayanan adalah suatu
kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan
baik berupa barang ataupun jasa yang menghasilkan manfaat bagi
penerima layanan.
pelayanan prima dapat diartikan sebagai
suatu proses pelayanan kepada masyarakat, baik berupa barang atau jasa
melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang
dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah
ditetapkan dalam organisasi.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor
65 tahun 2005 Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
3.2 Saran
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan sumbangsi
pikiran dari para pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan
Moral. Bandung : Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama:
Pendidikan. Jogjakarta : Taman Siswa.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia..1991. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Kloang klede Putra Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar