FILSAFAT
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1]Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen
dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan
logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama
dipelajari dalam matematika dan
filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi
tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan,
rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju
sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Ontologi Pengetahuan Filsafat
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa
pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini.
Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi
(yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah
cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu
sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti
cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika filsafat. Ontologi merupakan
salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Jadi
ontology adalah the theory of being qua being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat
ilmu mengatakan, ontology membahas tentang yang ada,yang tidak terikat oleh
satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang
termuat dalam setiap kenyataan, menurut istilah, ontology ialh ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret mauun rohani/abstrak.
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa
pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini.
Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi
(yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah
cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu
sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti
cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika filsafat.
Hakikat Pengetahuan Filsafat
Hatta mengatakan bahwa pengertian filsafat lebih baik tidak
dibicarakan lebih dulu, nanti bila orang telah banyak mempelajari filsafat
orang itu akan mengerti dengan sendirinya apa filsafat itu (Hatta, Alam Pikiran
Yunani, 1966, I:3). Langeveld juga berpendapat seperti itu. Katanya, setelah
orang berfilsafat sendiri, barulah ia maklum apa filsafat itu, makin dalam ia
berfilsafat akan semakin mengerti ia apa filsafat itu (Langeveld, Menuju ke
Pemikiran Filsafat, 1961:9). Pendapat Hatta dan Langeveld itu benar, tetapi apa
salahnya mencoba menjelaskan pengertian filsafat dalam bentuk suatu uraian.
Dalam uraian itu diharapkan pembaca mengetahui apa filsafat itu, sekalipun
belum lengkap. Dan dari situ akan dapat ditangkap apa itu pengetahuan filsafat.
Poedjawijatna (Pembimbing ke Alam Filsafat, 1974:11) mendefinisikan filsafat
sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka. Hasbullah Bakry
(Sistematik Filsafat, 1971:11) mengatakan bahwa filsafat sejenis pengetahuan
yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia
itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Definisi Poedjawijatna dan Hasbullah Bakry menjelaskan satu hal yang
penting yaitu bahwa filsafat itu pengetahuan yang diperoleh dari berpikir. Ciri
khas filsafat ialah ia diperoleh dengan berpikir dan hasilnya berupa pemikiran
(yang logis tetapi tidak empiris). Apa yang diingatkan oleh Hatta dan Langeveld
memang ada benarnya. Kita sebenarnya tidak cukup hanya mengatkan filsafat itu
hasil pemikiran yang tidak empiris, karena pernyataan itu memang belum lengkap.
Bertnard Russel menyatakan bahwa filsafat adalah the atemp to answer
ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy
of Education, 1960:10). D. C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsafat, 1966:
10) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan teoritis tentang susunan
kenyataan sebagai keseluruhan. William james (Encyclopedia of Philosophy,
1967:219) menyimpulkan bahwa filsafat ialah a collective name for question
which have asked them. Namun dengan mengatakan bahwa filsafat ialah hasil
pemikiran yang hanya logis, kita telah menyebutkan intisari filsafat. Pengetahuan
filsafat ialah pengetahuan logis dan tidak empiris. Filsafat terdiri atas tiga
cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu
sebenarnya merupakan satu kesatuan :
Epistimologi Pengetahuan Filsafat
Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat
(yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran
kebenaran (pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris
di kenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal
kata “episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti
teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang
asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan. Dalam
rumusan lain di sdebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari soal tentang watak,batas –batas dan berlakunyailmu pengetahuan:
demikian rumusan yang di ajukan oleh J.A.N. Mulder. Sebenarnya banyak ahli
filsafat (filosof) maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemologi
atau filsafat pengetahuan. Apabila keseluruhan rumusan tersebut di renungkan
maka dapat di fahami bahwa prinsipnya epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas – batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh karena
itu sistematika penulisan epitemologi adalah terjadinya pengetahuan,teori
kebenaran, metode – metode ilmiah dan aliran – aliran teori pengetahuan.
Terjadinya Pengetahuan
Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam
epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan
yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam
sifatnya baik a priori maupun a posteriori. Pengetahuan a priori adalah
pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman
indra maupun pengalaman batin. Sedangkan a posteriori adalah pengetahuan yang
terjadi karena adanya pengalaman. Di dalam mengetahui memerlukan alat yaitu:
pengalaman indra (sence experience); nalar (reason); otoritas (authority);
intuisi (intitution); wahyu (revelation); dan keyakinan (faith). Sepanjang
sejarah kefilsafatan alat – alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan
masing – masing baik secara sendiri – sendiri maupun berpasangan satu sama lain
tergantung kepada filosof atau faham yang di anutnya. Dalam hal ini dapat di
lihat bukti – bukti sebagai berikut :
Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi
tidak dapat di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika
kesan–kesan subjektif di anggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya
gambaran–gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai
dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan
sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional
dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil
kesimpulan–kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang memandang
kepada idea–idea yang berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam
keharusan ilahi yang kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah seorang
tokoh Resiesinalisme. Pandangan Spinoza agak berbeda dengan pandangan Thomas
Hobbes sebagai salah seorang tokoh empirisme yang hidup pada tahun 1588 -1679.
Menurutnya pengenalan atau pengetahuan di peroleh karena pengalaman. Pengalaman
adalah awal segala pengetahuan. Juga awal pengetahuan tentang asas–asas yang di
peroleh dan di teguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan di turunkan
dari pengalaman. Hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.
Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata –
mata sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan
pengurangan. Pengenalan dengan akal mukai dengan memakai kata–kata (
pengertian–pengertian), yang hanya mewujudkan tanda–tanda yang menurut adat
saja, dan menjadikan roh manusia dapat memiliki gambaran dari hal – hal yang di
ucapkan dengan kata–kata itu. Pengertian–pengertian umum hanyalah nama saja,
yaitu nama–nama bagi gambaran–ganbaran ingatan tersebut, bukan nama–nama
bendanya. Nama–nama itu tidak mempunyai nilai objektif. Pendapat atau
pertimbangan adalah penggabungan dua nama, sedang silogisme adalah suatu soal
hitung, di mana orang bekerja dengan tiga nama. Yang di sebut pengalaman adalah
keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang di simpan di dalam ingatan
dan di tentukan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa
yang telah diamati pada masa yang lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena
gerak benda – benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera
kita. Gerak ini di teruskan kepada otak dan dari otak di teruskan ke jantung.
Di dalam jantung timbulah suatu reaksi suatu gerak dalam jurusan yang
sebaliknya. Pengmatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Sasaran yang diamati adalah sifat–sifat inderawi. Penginderaan
disebabkan karena tekanan objek atau sasaran. Kualitas di dalam objek–objek,
yang sesuai dengan penginderaan kita, bergerak menekan indera kita. Warna yang
kita lihat, suara yang kita dengar, bukan berada di dalam objek, melainkan di
dalam subjeknya. Sifat sifat inderawi tidak memberi gambaran tentang sebab yang
menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan todak senang dan segala
gejala jiwani, bersandar semata–mata pada asosiasi gambaran–gambaran yang murni
bersifat mekanis. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme yang lain
berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih
dari itu. Akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan di dapatkan. Akal
tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri. Semula akal serupa dengan
secarik kertas yang tanpa tulisan, yang menerima segala sesuatu yang datang
dari pengalaman. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan
pengetahuan akalis. Satu – satunya sasaran atau objek pengetahuan adalah
gagasan – gagasan atau ide – ide yang timbulnya karena pengalaman lahiriah
(sensation) dan karena pengalaman bathiniah ( reflection). Pengalamn lahiriah
mengajarkan kepada kita tentang hal – hal yang di luar kita, sedangkan
pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadaan – keadaan psikis kita sendiri.
Kedua macam pengalaman ini jalin menjalin. Pengalaman lahiriah menghasilkan
gejala–gejala psikis yang harus di tanggapi oleh pengalaman batiniah.
Objek–objek pengalaman lahiriah itu mula – mula menjadi isi pengalaman, karena
di hisapkan oleh pengalaman bathiniah, artinya objek – objek itu tampil dalam
kesadaran. Dengan demikian menganal adalah identik dengan mengenal secara
sadar. Dalam hal ini Locke sama dengan Descrates. Segala sesuatu yang berada di
luar kita menimbulkan didalam diri kita gagasan – gagasan dari pengalaman
lahiriah. Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang
terdalam. Jika hasil pemikiran itu disusun, maka susunan itulah yang kita sebut
Sistematika Filsafat. Sistematika atau struktur filsafat dalam garis besar
terdiri atas ontologi, epistimologi dan aksiologi. Isi setiap cabang filsafat
ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jika ia memikirkan
pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika ia memikirkan hukum maka
jadilah Filsafata Hukum, dan lain sebagainya. Inilah objek filsafat. Objek
penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sains. Sains hanya
meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti objek yang ada dan mungkin
ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang menjelaskan
sifat kemendalaman penelitian filsafat.
Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan)
cara mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat
kepada para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka sebelum mencari
pengetahuan mereka membicarakan dan mempertanggungjawabkannya lebih dahulu cara
memperoleh pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan oleh
kebanyakan orang. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau
diketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya. Ini gegabah, para filosof
bukan orang yang gegabah. Berfilsafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu
menggunakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi
Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat,
pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai
diluar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada masa itu.
Manusia memperoleh pengetahuan filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang
sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konjret,
tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “di belakang” objek konkret
itu. Dus abstrak juga.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak
sesuatu itu, ia ingin mengetahui sedalam-dalamnya. Dikatakan mendalam tatkala
ia sudah berhenti smpai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah
orang berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi
jelas, mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Ukuran Kebenaran Filsafat
Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris.
Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat itu ialah logis
tidaknya pengetahuan itu. Bila logis berarti benar dan bila tidak logis berarti
salah. Ada hal yang patut diingat. Kita tidak boleh menuntut bukti empiris
untuk membuktukan kebenaran filsafat. Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan
yang logis dan tidak empiris. Bila logis dan tidak empiris itu adalah
pengetahuan sains. Kebenaran teori filsafat ditentukan oleh logis dan tidaknya
teori itu. Ukuran logis dan tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen yang
menghasilkan kesimpulan teori itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah
penting, sama dengan fungsi data pada pengetahuan sains. Bobot teori filsafat
justru terletak pada kekuatan argumen bukan pada kekuatan konklusi. Karena
argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi, maka boleh juga diterima pendapat
yang mengatakan bahwa filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan oleh
argumennya.
Aksiologi Pengetahuan Filsafat
Dalam aksiologi diuraikan dua hal, yang pertama tentang kegunaan
pengetahuan filsafat dan yang kedua tentang cara filsafat menyelesaikan
masalah. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa
peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. singkatnya ilmu merupakan
sarana untuk mencapai tujuan hidupnya. Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita
dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat
sebagai kumpulan teori filsafat, kedua filsafat sebagai metode pemecahan
masalah, dan ketiga filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life).
Mengetahui teori-teori filsafat amat perlu karena dunia dibentuk oleh
teori-teori itu. Jika anda tidak senang pada komunisme maka anda harus
mengetahui Marxsisme, karena teori filsafat untuk komunisme itu ada dalam
Maxsisme. Jika anda menyenangi ajaran syi’äh Dua Belas di Iran, maka anda
hendaknya mengetahui filsafat Mulla Shadra. Begitulah kira-kira. Dan jika anda
hendak membenuk dunia, baik dunia besar maupun dunia kecil (diri sendiri), maka
anda tidak dapat mengelak dari penggunaan teori filsafat. Jadi, mengetahui
teori-teori filsafat amatlah perlu. Filsafat sebagai teori filsafat juga perlu
dipelajari oleh orang yang akan menjadi pengajar dalam bidang filsafat.
Yang amat penting juga ialah filsafat sebagai methodology, yaitu cara
memecahkan masalah yang dihadapi. Disini filsafat digunakan sebagai satu cara
atau model pemecahan masalah secara mendalam dan universal. Filsafat selalu
mencari sebab terakhir dan dari sudut pandang seluas-luasnya. Hal ini diuraikan
pada bagian lain sesudah ini.
Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah
Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology, maksudnya
sebagai metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan sebagai metode
dalam memandang dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak menghadapi
masalah. Masalah artinya kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika masalah itu
terselesaikan. Ada banyak cara dalam menyelesaikan masalah, mulai dari yang
sederhana sampai yang rumit. Sesuai dengan sifatnya, filsafat menyelesaikan
masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat bersifat mendalam,
artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal artinya filsafat ingin masalah
itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya penyelesaian itu cepat
dan berakibat seluas mungkin.
Kesimpulan
Ontologi filsafat membicarakan hakikat filsafat, yaitu apa
pengetahuan filsafat itu sebenarnya. Struktur filsafat dibahas juga disini.
Yang dimaksud struktur filsafat disini ialah cabang-cabang filsafat serta isi
(yaitu teori) dalam setiap cabang itu. Yang dibicarakan disini hanyalah
cabang-cabang saja, itupun hanya sebagian. Teori dalam setiap cabang tentu
sangat banyak dan itu tidak dibicarakan disini. Struktur dalam arti
cabang-cabang filsafat sering juga disebut sistematika filsafat.
Di dalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan
pokok pemikiran sebagai berikut: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan
Agnostisisme. Epistimologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat
(yaitu yang dipikirkan), cara memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran
kebenaran (pengetahuan) filsafat. Istilah Epistemologi di dalam bahasa inggris
di kenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal
kata “episteme” dan ”logos”. Epistime berarti pengetahuan, dan logos berarti
teori. Dalam rumusan yang lebih rinci di sebutkan bahwa epistemologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalan dan radikal tentang
asal mula pengetahuan, structure, metode, dan validitas pengetahuan.
Pengetahuan di dapatkan dari pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak
dapat di tetapkan apa yang subjektif dan apa yang objektif. Jika kesan–kesan
subjektif di anggap sebagai kebenaran, hal itu mengakibatkan adanya
gambaran–gambaran yang kacau di dalam imajinasi. Segala pengetahuan di mulai
dengan gambaran–gambaran indrawi. Gambaran–gambaran itu kemudian di tingkatkan
sampai kepada tingkatan–tingkatan yang lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional
dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil
kesimpulan–kesimpulan, tetapi di dalam pengetahuan intuitif orang memandang
kepada idea–idea yang berkaitan dengan Allah. Disini orang di masukkan ke dalam
keharusan ilahi yang kekal. Demikian menurut Baruch Spinoza sebagai salah
seorang tokoh Resiesinalisme. Kegunaan filsafat yang lain ialah sebagai methodology,
maksudnya sebagai metode dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah bahkan
sebagai metode dalam memandang dunia ( world view). Dalam hidup kita banyak
menghadapi masalah. Masalah artinya kesulitan. Kehidupan akan lebih enak jika
masalah itu terselesaikan. Ada banyak cara dalam menyelesaikan masalah, mulai
dari yang sederhana sampai yang rumit. Sesuai dengan sifatnya, filsafat
menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal. Penyelesaian filsafat
bersifat mendalam, artinya ia ingin mencari asal masalah. Universal artinya
filsafat ingin masalah itu dilihat dalam hubungan seluas-luasnya agar nantinya
penyelesaian itu cepat dan berakibat seluas mungkin.
TUGAS CIRI-CIRI, SIFAT DASAR, KEGUNAAN, DAN PANDANGAN FILSAFAT
TENTANG MANUSIA
A. CIRI-CIRI FILSAFAT
Ciri-ciri filsafat menurut Drs. Asmoro Asmadi (Asmoro,
Asmadi;129):
Ø Sangat umum
Ø Tidak faktual artinya membuat dugaan-dugaan yang masuk
akal dengan tidak berdasarkan pada bukti tetapi bukan berarti tidak
ilmiah
Ø Bersangkutan dengan nilai dimana penilaian yang
dimaksud adalah yang baik dan buruk yang susila dan asusila
Ø Berkaitan dengan arti
Ø Implikatif
Ø Menyeluruh
B. SIFAT DASAR FILSAFAT
Sifat dasar filsafat (Simon, 2003):
Ø Berfikir radikal
Ø Berfikir rasional; tahu & paham dengan akal budi
Ø Mencari asas
Ø Mencari kebenaran
Ø Mencari kejelasan
C. KEGUNAAN FILSAFAT
Pada umumnya dapat dikatakan bahawa dengan belajar filsafat semakin
menjadikan orang mampu untuk menangani berbagai pertanyaan mendasar manusia
yang tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu khusus. Jadi filsafat
membantu untuk mendalami berbagai pertanyaan asasi manusia tentang makna
realitas dan lingkup tanggung jawabnya. Kemampuan itu dipelajarinya dari dua
jalur yakni secara sistematis dan historis.
Menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu menyelesaikan
masalah dengan bijaksana, membuat manusia lebih hidup lebih tanggap (peka)
terhadap diri dan lingkungannya, membantu manusia untuk mengetahui mana yang
pantas ditolak dan mana yang pantas disetujui.
Kegunaan filsafat ialah untuk memperoleh pengertian (makna) dan
untuk menjelaskan gejala atau peristiwa alam dan sosial. Itu berarti orang yang
berfilsafat harus berpikir obyektif atas hal-hal yang obyektif, bukan
menghayal.
Orang berfilsafat harus mampu menjelaskan hubungan antara sebab dan
akibat, antara bentuk dan isi, antara gejala dan hakikat, kekhususan dan
keumuman, kebetulan dan keharusan.
D. PANDANGAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA
Pandangan Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat Modern yang
menempatkan manusia dengan segala kemampuan rasionalnya sebagai subject yang
sentral dalam pemecaham masalah dunia. Rasionalitas menjadi ukuran tunggal
kebenaran, tolak ukur dari segala sesuatu. Jadi pandangan descartes terhadap
manusia adalah Humanisme atau antroposenterisme. Ia memandang positif kepada
diri dan rasio manusia dalam membangun dunia kearah yang lebih baik. Descartes
mewakili semangat zamannya yakni Modernisme yang memandang cerah masa depan
umat manusia seiring dengan bergulirnya renaissance. Manusia adalah mahluk yang
berakal dan bertanggung jawab dengan akalnya. Pandangan descartes terhadap
manusia adalah positif ia memandang jiwa manusia pada dasarnya baik karena
didominasi oleh fungsi akal atau intelek.
Arthur Scopenheour (1788-1868) mengemukakan pendapat yang berlawanan,
ia adalah seorang filosof pesimistis. Berlawanan dengan
filosof-filosof sebelumnya seperti Descartes yang menyatakan bahwa
hakikat jiwa manusia adalah intelek atau rasio. Scopenheour mengkritik
pandangan tersebut yang dianggapnya terlalu menyembunyikan sisi gelap dari diri
manusia. Ia beranggapan bahwa rasio dan kesadaran pada hakikatnya hanyalah
permukaan dari jiwa kita. Dibawah intelek/rasio terdapat kehendak(nafsu) yang
tidak sadar. Suatu Daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari
keinginan yang kuat. Rasio kadang-kadang memang mengendalikan kehendak namun
hanya sebagai pembantu yang mendorong tuannya. “kehendak adalah orang
kuat yang buta yang menggendong orang lumpuh yang melek (rasio). Intinya
kehendak (nafsu) merupakan pusat dari organ fikiran. Artinya hati dan bukan
kepala yang berkuasa. Ia memandang bahwa terjadinya perang dalam setiap episode
sejarah dan banyaknya pembunuhan dan kejahatan merupakan bukti bahwa rasio
manusia merupakan alat dari kehendak buta (nafsu). Sehingga ia berpandangan
pesimis terhadap masa depan umat manusia yang akan cerah dan baik. Ia lebih
cenderung melihat masa depan umat manusia suram dan gelap dengan banyak
pertumpahan darah dan kekerasan. Filsafat Scopenheour merupakan filsafat yang
kelam dan pesimis yang menafikan dan meniadakan unsur dan potensi kebaikan yang
besar dalam diri manusia. Pandangannya terlalu berat sebelah kepada sisi
negatif manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar