KLASIFIKASI PONDOK PESANTREN
DISUSUN OLEH:
Kelompok
2 : ANGGA
ABDUL MALIK
TETY
SETIAWATY
Mata
Kuliah : Manajemen Pendidikan Pesantren
Prodi.
: Manajemen Pendidikan Islam
Semester
: IV (empat)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji
serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang terus menerus
tanpa berhenti sedikitpun memberikan dan
melimpahkan rahmat dan nikmatnya yang tidak terhitung kepada penulis. Terutama
nikmat iman, islam dan kesehatan serta kekuatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Penulis meyakini bahwa penulisan karya tulis
ini, mustahil selesai tanpa pertolongan dan bimbingan Allah SWT. Salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada sang panutan Nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia
mengikuti ajarannya hingga akhir zaman.
Penulis
sadar bahwa karya tulis ini masih sangat sederhana dan jauh dari kata sempurna.
Memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini, karena
banyak hambatan dan tantangan yang harus penulis hadapi baik dari faktor
internal maupun eksternal. Maka disinilah pertolongan Alla SWT dan peran
orang-orang terdekat yang dapat memberikan pemikiran dan motivasi, serta dukungan
semua pihak penulis rasakan.
Penulis
juga tidak lupa memohon untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika
dalam penulisan ini terdapat hal yang tidak berkenan. Namun demikian penulis
berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi diri pribadi khususnya dan para
pembaca umumnya.
|
Karawang, 16 Maret 2015
Penulis & penyusun,
Kelompok 2
|
BAB I
PENDAHULUAN
A
Latar belakang masalah
Sutrisno mengutip pendapat
Azyumardi Azra, pesantren yang biasa disebut dengan pondok pesantren atau juga dengan
pendidikan tradisional, sekalipun sudah banyak pesantren modern, merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren dipandang sebagai
lembaga pendidikan tradisional Islam karena tradisinya yang panjang di
Indonesia. Pesantren pada masa modern dan komtemporer umumnya didirikan oleh
Kiai yang berafiliasi pada Nahdlatul Ulama (NU) (Sutrisno, 2011: 56-57).
Pesantren juga
menarik diperbincangkan karena beberapa argumen ini. Pertama, bahwa
pesantren tumbuh dan berkembang pada masyarakat Islam. Kedua, pesantren
di Indonesia telah melewati perjalanan panjang. Tidak lama setelah Islam masuk
ke Kepulauan Nusantara, embrio cikal bakal munculnya pesantren mulai tumbuh. Ketiga,
Indonesia bukan hanya negara yang penduduknya muslim terbesar, melainkan juga
memiliki paling banyak pesantren di dunia. Keempat, banyak ilmuan dan
tokoh nasional pernah belajar di pesantren, seperti Idham Khalid, A. Mukti Ali,
Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (mantan Presiden RI ke-4), Hasyim Muzadi
(mantan ketua PBNU), Din Syamsuddin (ketua umum PP Muhammadiyah), dan Hidayat
Nur Wahid (mantan ketua MPR).
Berdasarkan
latar belakang ini penulis mencoba untuk mengklasifikasi pondok pesantren.
Diantaranya yaitu pesantren salafi, khalafi, dan modern. pesantren-pesantren
ini memiliki corak tradisi yang berbeda-beda yang dapat dijelaskan di bagian
pembahasan.
B
Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1)
Kategori pesantren salafi
2)
kategori pesantren khalafi
3)
kategori pesantren modern
C
Tujuan penulisan
Selain
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Manajemen Pesantren, juga untuk
mengetahui dan memahami klasifikasi pesantren, diantaranya :
1)
Mengetahui dan memahami pesantren salafi
2)
Mengetahui dan memahami pesantren khalafi
3)
Mengetahui dan memahami pesantren modern
D
Manfaat penulisan
Sebagai
tambahan khasanah keilmuan yang kita punya khususnya dalam bidang ilmu
Manajemen Pesantren dan untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan pondok pesantren di Bumi Pertiwi ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pada umumnya, pesantren dibagi menjadi dua, yaitu Salaf dan
Modern. Dalam makalah ini, penulis mengikuti pendapat Ramayulis yang
mengklasifikasi pesantren dari segi cara menyikapi terhadap tradisi, dibedakan
menjadi tiga kategori, yaitu: Salafi, Khalafi, dan pesantren Modern. Ramayulis
membedakan antara Khalafi dan Modern, yang biasanya oleh sebagian kalangan umat
Islam disamakan. Pesantren-pesantren ini memiliki corak tradisi yang
berbeda-beda yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
A
Pesantren Salafi
Secara
etimologis kata “salaf” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
sesuatu atau orang yang terdahulu, ulama-ulama terdahulu yang saleh. Abdul
Mughist mengutip pendapat ‘Irfan A. Hamid, secara terminologi khazanah Islam,
“salaf” berarti ulama generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’at
at-Tabi’in yang merupakan kurun terbaik pasca rasulullah saw (KBBI, 2002:
982).
Menurut
penulis, istilah pesantren Salafi di tengah-tengah masyarakat mengandung
dua pemahaman yang berbeda. Pertama, pesantren Salafi dimaknai
sebagai pesan-tren tradisional yang tetap mempertahankan kitab-kitab klasik
serta mengapresiasi budaya setempat. Kedua, pesantren Salafi dimaknai
sebagai pesantren yang secara konsisten mengikuti ajaran ulama generasi sahabat,
tabi’in, tabi’at tabi’in yang memiliki kecenderungan pada penafsiran
teks secara normatif dan tidak/kurang mengapresiasi budaya setempat, karena
semua budaya harus sesuai dengan zaman para Salafush-Sholih, yaitu
sahabat, tabi’in, tabi’at tabi’in.
Menurut Ramayulis, pesantren Salafi–model pesantren
tradisional merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikannya. Di pesantren ini, mata pelajaran
umum tidak diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pemakaian sistem
madrasah hanya untuk memudahkan sistem sorogan seperti dilakukan di
lembaga-lembaga pengajian bentuk lama. Pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri
Jawa Timur serta Pesantren Maslakul Huda di Kajen Pati Jawa Tengah agaknya
dapat disebut sebagai contoh pesantren Salafi. Pesantren Salafi kelihatannya
menjadi dirinya sebagai benteng utama dalam mempertahankan tradisi.
Sedangkan pesantren Salafi model kelompok reformis,
sebagaimana Abdul Mughist mengutip pendapat Brink, termonologi “salaf” menurut
kaum reformis yang dipelopori oleh Jamal ad-Din al-Afghani, Muhammad Abduh di
Mesir, dan Muhammad Abdul Wahab di Saudi Arabia bahwa paham Salafiyyah adalah
ajaran ulama’ generasi pertama yang konsisten secara literer terhadap Al-Qur’an
dan Sunnah, mengikis habis bid’ah, khurafat, dan tahayyul serta
klenik, senantiasa membuka pintu ijtihad dan menolak taklid “buta”. Dari
pendapat ini, yang dinamakan pesantren Salafi adalah pesantren yang secara
konsisten mengikuti ajaran ulama generasi pertama yang memiliki kecenderungan
pada penafsiran teks yang bersifat literalistik/normatif.
Menurut penulis, di tengah-tengah masyarakat, istilah pesantren Salafi
biasa-nya digunakan oleh kelompok reformis untuk memberikan penekanan pada
pesantren yang secara konsisten mengikuti ajaran ulama Salafush Sholih,
yaitu sejak zaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
Sedangkan untuk kelompok umat Islam tradisionalis, biasanya lebih suka
menggunakan istilah pesantren Salaf atau Salafiyyah, karena image
pesantren Salafi lebih dekat dengan pemahaman Islam yang literal. Atau
untuk membedakannya, penulis memberikan istilah Salafi-Modernis bagi
pesantren Salafi kaum reformis dan Salafi-Tradisionalis bagi
pesantren tradisional.
B
Pesantren Khalafi
Pesantren
Khalafi tampaknya mene-rima hal-hal yang baru yang dinilai baik di samping
tetap memelihara tradisi lama yang baik. Pesantren sejenis ini memberikan mata
pelajaran umum di madrasah dengan sistem klasikal dan membuka sekolah-sekolah
umum di lingkungan pesantren. Walau demikian, pengajaran kitab-kitab Islam
klasik masih tetap dipertahankan. Pesantren Tebu Ireng, Tambak Beras dan Rejoso
di Jombang Jawa Timur selain menyelenggarakan pendidikan madrasah, juga
membuka sekolah-sekolah menengah umum seperti SMTP dan SMTA. Mereka juga
memberikan pe-ngajaran.
Menurut penulis, pesantren Khalafi merupakan model pesantren yang
mencoba mengikuti perkembangan zaman dengan tetap mempertahankan tradisinya,
yaitu mengkaji kitab-kitab klasik. Upaya pesan-tren Khalafi agar dapat
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
diajarkannya ilmu-ilmu umum di lingkungan pesantren, yang biasanya pesantren
ini membuka lembaga pendidikan model madrasah maupun sekolah untuk mengajarkan
pelajaran umum. Biasanya, santri tetap tinggal di pesantren untuk mengikuti
kajian kitab-kitab klasik di sore, malam, dan pagi setelah Shubuh, se-telah itu
mereka mengikuti pelajaran umum di madrasah maupun sekolah.
C
Pesantren Modern
Pesantren
Modern di mana tradisi Salaf sudah ditinggalkan sama sekali. Pengajaran
kitab-kitab Islam klasik tidak diselenggarakan. Sekalipun bahasa Arab
diajarkan, namun penguasaanya tidak diarahkan untuk memahami bahasa Arab
terdapat dalam kitab-kitab klasik. Penguasaan bahasa Arab dan Inggris cenderung
ditujukan untuk kepentingan-kepentingan praktis. Pesantren Gontor Ponorogo
walaupun sangat menekankan pengetahuan bahasa Arab dan Inggris, sudah cukup
lama meninggalkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Pesantren-pesantren yang
bercorak kekotaan seperti pesantren As-Syafi’iyah di Jakarta, Pesantren Prof.
Dr. Hamka di Padang, pesantren Zaitun di Indramayu yang bercorak kampus modern
dan diwarnai dengan corak khas Islam. Para siswa dan mahasiswa di berbagai
jurusan ilmu dapat berdiskusi dalam lingkungan pesantren yang tidak lagi
mengutamakan pengajian kitab-kitab kuning.
Sebagaimana
Arief Subhan merujuk pada pondok modern Gontor, bahwa referensi utama dalam
materi keislaman bukan kitab kuning, melainkan kitab-kitab baru yang ditulis
para sarjana muslim abad ke-20. Ciri khas pondok modern adalah tekanannya yang
sangat kuat kepada pembelajaran bahasa, baik bahasa Arab maupun Inggris. Ciri
khas lain adalah aspek displin mendapat tekanan. Para guru dan santri
diwajibkan berpakaian rapi dan berdasi.
Menurut
penulis, istilah Khalafi kadang juga diartikan sebagai Modern,
antonim dari istilah Salafi. Pesantren Khalafi juga berarti
pesantren Modern. Tapi, dalam hal ini Ramayulis membedakannya. Pendapat
Ramayulis tersebut ditekankan pada tradisi kajian kitab-kitab klasik. Bagi
pesantren Khalafi, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan memelihara
tradisi (mengkaji kitab klasik) adalah ciri khasnya. Kitab klasik menjadi
kajian utama di pesantren Salafi/Khalafi dan biasanya, ketika mengkaji
kitab klasik tertentu sampai selesai (khatam). Misalnya: mengkaji kitab Tafsir
Jalalain sampai khatam.
Bagi pesantren
modern, tidak lagi mengutamakan kajian kitab-kitab klasik dalam proses
pembelajaran, tapi kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh para tokoh
muslim abad 20. Walaupun kadang di pesantren Modern masih menggunakan sebagian
kitab-kitab klasik, tapi bukan menjadi kajian utamanya, tapi hanya menjadi
referensi tambahan dan tidak dikaji sampai selesai (khatam). Di samping
itu, pondok modern juga menekankan pada penguasaan bahasa asing, seperti bahasa
Arab dan bahasa Inggris dan budaya kedisplinan yang sangat ketat. Penguasaan
bahasa asing ini untuk membekali para santri agar dapat bersaing di dunia
global dan dapat membaca kitab-kitab kontemporer baik yang menggunakan bahasa
Arab maupun bahasa Inggris.
BAB
III
PENUTUP
A
Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas, pesantren di tinjau dari cara menyikapi tradisi dibagi menjadi tiga,
yaitu Salafi, Khalafi, dan Modern. Setiap pesantren ini memiliki
tradisi yang sedikit berbeda. Perbedaan ini hanya pada penekankan pada tradisi
kajian kitab-kitab klasik dan upaya pesantren dalam menghadapi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
dalam proses
belajar mengajar. Pesantren Salafi-Tradisionalis lebih mengutamakan
lulusan yang ahli dalam bidang ilmu agama saja, sehingga menjadi tempat reproduksi
ulama yang paling sukses.
Bagi pesantren Khalafi,
perubahan sosial dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu
diapresiasi, agar santri juga dapat mengikuti perkembangan zaman. Sehingga,
pesantren ini membuka lembaga pendidikan model madrasah atau sekolah untuk
memberikan bekal ilmu-ilmu umum bagi para santrinya, sedangkan ilmu agama di
berikan di pesantren.
Bagi pesantren Modern,
perubahan sosial dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus
diapresiasi, bahkan harus dikuasai agar santri dapat berperan aktif dalam
pembangunan Negara. Selain itu, pesantren modern juga berupaya keras agar
santrinya memiliki wawasan yang luas tentang agama Islam dan ilmu pengetahuan,
sehingga di pesantren ini diajarkan ilmu agama dari kitab-kitab kontemporer
bukan hanya kitab klasik, dan juga penguasaan bahasa asing (khususnya bahasa
Arab dan Inggris) menjadi ciri utamanya agar santri dapat bersaing di dunia
global.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Ramayulis,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012
Ø Sutrisno, Pembaharuan
dan Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Fadilatama, 2011.
Ø Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar