BELAJAR
KATA PENGANTAR
Puji
serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang terus menerus
tanpa berhenti sedikitpun memberikan dan
melimpahkan rahmat dan nikmatnya yang tidak terhitung kepada penulis. Terutama
nikmat iman, islam dan kesehatan serta kekuatan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini. Penulis meyakini bahwa penulisan karya tulis
ini, mustahil selesai tanpa pertolongan dan bimbingan Allah SWT. Salawat serta
salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada sang panutan Nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia
mengikuti ajarannya hingga akhir zaman.
Penulis
sadar bahwa karya tulis ini masih sangat sederhana dan jauh dari kata sempurna.
Memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini, karena
banyak hambatan dan tantangan yang harus penulis hadapi baik dari faktor
internal maupun eksternal. Maka disinilah pertolongan Alla SWT dan peran
orang-orang terdekat yang dapat memberikan pemikiran dan motivasi, serta dukungan
semua pihak penulis rasakan.
Penulis
juga tidak lupa memohon untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya jika
dalam penulisan ini terdapat hal yang tidak berkenan. Namun demikian penulis
berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi diri pribadi khususnya dan para
pembaca umumnya.
Karawang, 10
Maret 2015
Penulis &
penyusun,
Kelompok 2
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang masalah
Dalam kegiatan sehari – hari baik secara disadari atau tidak
kita pasti mengalami sebuah kegiatan yaitu belajar. Belajar secara teori maupun
praktek dari lingkungan sekitar. Belajar mengerti arti kehidupan dan belajar
menjadi semakin baik. Anak – anak kecil pun belajar bagaimana cara mereka
berjalan dan berkomunikasi dengan baik. Sebagai calon pendidik kita juga dituntut
untuk mengetahui tentang arti penting belajar. Karena belajar merupakan masalah
yang pasti dihadapi setiap orang. Oleh karena itu di sini kita akan mengupas
lebih dalam tentang arti dari kata belajar itu sendiri. Yang diharapkan
nantinya akan berguna bagi kita para calon pendidik untuk lebih memahami
kegiatan beajar mengajar ini dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari –
hari bagi peserta didik kita.
2.
Rumusan masalah
Rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
A
Definisi
dan contoh belajar
B
Arti
penting belajar
C
Belajar,
memori, dan pengetahuan dalam perspektif agama
D
Teori-teori
pokok belajar
E
Proses
dan fase belajar
3.
Tujuan penulisan
A
Mengerti
definisi dan contoh belajar
B
Mengetahui
arti penting belajar
C
Mengerti
belajar, memori, dan pengetahuan dalam perspektif agama
D
Mengetahui
teori-teori pokok belajar
E
Mengerti
proses dan fase belajar
4.
Manfaat penulisan
Sebagai tambahan khasanah keilmuan yang kita punya khususnya dalam
bidang ilmu Psikologi Pendidikan dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Bumi Pertiwi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A
Definisi dan contoh belajar
Fenomena
yang ada dalam lingkungan kita masih banyak sekali yang mengartikan belajar
dalam arti sempit. Yakni seorang yang belajar di dalam ruang kelas, atau
sekolah. Padahal sebenarnya belajar tidak sesempit itu. Dan masih banyak orang
yang masih beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu
atau menuntut ilmu saja, adapula yang mengartikan bahwa belajar adalah menyerap
pengetahuan.
Ada
pula sebagian orang yang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/
materi pelajaran. Padahal belajar merupakan proses dasar dari pada perkembangan
hidup manusia. Dan belajar bukanlah sekedar pengalaman belaka, akan tetapi
belajar merupakan sebuah proses. Oleh karena itu belajar berlangsung secara
aktif dan intregatif, dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk
mencapai suatu tujuan. Karena pada hakekatnya seseorang melakukan kegiatan
belajar itu pastilah memilki sebuah tujuan. Contoh saja, ketika kita
menginginkan untuk pandai bersepeda tentulah kita berusaha untuk belajar
bagaimana menggunakan sepeda itu dengan baik. Ilustrasi tersebut merupakan
contoh daripada belajar.
Untuk
menghindari ketidak lengkapan persepsi dari belajar itu sendiri dan agar kita
dapat memahami apa itu belajar secara luas, maka disini pemakalah akan
memaparkan beberapa pengertian belajar dari beberapa sumber.
Banyak ahli yang telah
mendefinisikan apa itu belajar . Di antaranya adalah definisi yang diungkapkan
oleh :
Hilgard dan Bower , bukunya
Theories of Learning ( 1975 ) mengemukakan . “Belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang – ulang dalam situasi itu , di mana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan , kematangan , atau keadaan – keadaan sesaat seseorang (
misalnya kelelahan , pengaruh obat dan sebagainya ) .”
Gagne , dalam bukunya The
Conditions of Learning ( 1977 ) menyatakan bahwa : “Belajar terjadi apabila
suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya ( performance – nya ) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi .”
Morgan , dalam bukunya
Introduction to Psykology ( 1978 ) mengemukakan : “Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif rmenetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman .”
Witherington , dalam buku Educational Psykology
mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan ,
sikap , kebiasaan , kepandaian atau suatu pengertian .”
Menurut Muhibbin Syah, dalam bukunya, psikologi belajar
menyatakan bahwa “belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsure yang
sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Timbulnya
keanekaragaman pendapat para ahli di atas adalah fenomena perselisihan yang
wajar, karena adanya perbedaan titik pandang. Untuk itu, penulis akan
menganalisis definisi belajar dari berbagai penadapat tersebut. Bahwasanya ”
belajar merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan, yang bisa melalui proses
adaptasi, pengalaman, dan informasi yang telah didapat atau penemuan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga dengan belajar, manusia menjadi
tahu, mengerti, memahami, dan mempengaruhi terhadap proses perubahan manusia itu
sendiri.
Seseorang
dikatakan belajar ketika di dalam dirinya terdapat keinginan atau tujuan untuk
bisa melakukan suatu hal, sehingga mengakibatkan perbuatan dirinya menjdi
sebuah kegiatan yang dinamakan belajar. Contoh, ketika kita melihat teman kita
bisa mengoperasikan sebuah kalkulator ataupun HP dan kita tertarik untuk bisa
melakukannya pula, dalam diri kita akan muncul keinginan untuk mencoba
mengoperasikan alat tersebut, yang kemudian proses dari hal tersebut disebut
dengan belajar.
B
Arti penting belajar
1)
Arti
penting belajar bagi perkembangan manusia
Perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung di dalam belajar.
disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajar, maka manusia dapat berkembang
jauh dibandingkan mahluk-mahluk lainnya, sehingga mereka dapat terbebas dari
kemandigaan fungsinya sebagai kholifah Tuhan di muka bumi.
Kualitas hasil proses perkembangan
manusia itu banyak terulang pada apa dan bagaimana ia belajar. selanjutnya
tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia itu akan menentukan masa depan
peradaban manusia itu sendiri. E.L. Thordike seorang pakar teori Srbond
meramalkan, jika kemampuan belajar umat manusia dikurangi setengah saja maka
peradaban sekarang ini tak akan berguna bagi kehidupan mendatang. bahkan,
mungkuin peradaban itu sendiri akan lenyap ditelan sang zaman.
2) Arti
pentng belajar bagi kehidupan manusia
belajar juga memainkan peran penting di dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok manusia di tengah-tengah persaingan yang
semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena
belajar akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis bisa terjadi karena
belajar.
C
Belajar, Memori, dan Pengetahuan
1)
Perspektif
psikologi
Pada
umumnya para ahli psikologi belajar khususnya mereka yang tergolong ahli
cognitivitast sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan
itu sangat erat dan tak mungkin dipisahkan. memori yang kita artikan sebagai
ingatan itu adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia
merupakan storage aytem, yakni sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan
yang terdapat pada otak. Pusat memori dan pengetahuan
Secara
global otak terdiri dari dua bagian besar yaitu, bagian atas yang disebut
cortex atau neocortex, bagian bawah yang disebut medulla dan sekitarnya. Otak
atas yang terdapat dalam sepsis yang berderajat tinggi seperti manusia yang
bersifat dinamis dan potensinya dapat dikembangkan seluas-luasnya, sedangkan
otak bawah yang terdapat pada spens tinggi dan juga spen rendah yakni kera,
kucing, dan seterusnya bersifat statis, namun otak bawah memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut;
a) Medulla, berfungsi mengendalikan pernafasan,
penalaran , pencernaan, dan detak jantung,
b) Cerebellum, berfungsi mengkoordinasi berbagai
gerakan organ jasmani dan reflek-reflek.
c) Thalamus, berfungsi terutama sebagai stasiun
penyambung informasi motor dan informasi motor dari sub-sub bagian otak bawah
ke otak atas,
d) Hypothalamus, berfungsi mengatur
ekspresi-ekspresi yang berasal dari dorongan dasar seperti dorongan lapar dan
dorongan seksual.
Ragam
memori dan pengetahuan
Ditinjau
dari sudut informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri
atas dua macam;
a) semantic memory, yaitu memori khusus yang
menyimpan arti-arti atau pengertian.
b) episodic memory, yaitu memori khusus yang
menyimpan informasi peristiwa-peristiwa.
Memori dan IQ
IQ pada
dasarnya merupakan sebuah ukuran tingkatan kecerdasan yang berkaitan dengan
usia, bukan kecerdasan itu sendiri. secara harfiyah IQ ialah hasil dari
intelegensi. intelegensi sendiri dalam psikologi memiliki arti yang beraneka
ragam antara lain yang paling pokok adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan
situasi baru secara cepat dan efektif atau kemampuan menggunakan konsep-konsep
abstrak secara efektif. Dengan demikian intelegensi dapat di sinonimkan dengan
kecerdasan.
2) Perspektif Agama
Islam dalam hal penekanannya terhadap
siknifikasi fungsi kognitif dan fungsi sensori sebagai alat penting untuk
belajar, dan sangat jelas, karena di dalam Al-Quran ada kata-kata kunci seperti
Ya'qilun, Yatafakkarun, Yubshirun, Yasmaun, dan sebagainya.ini semuanya
menunjukkan bukti betapa pentingnya penggunaan ranah cipta dan karsa manusia
dalam belajar dan meraih ilmu pengetahuan.
Arti penting memori dan
pengetahuan
Islam, menurut dari.Yusuf Qardhawi
(1984), adalah Akidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan
penyerahan diri secara membabi buta. Dan menurutnya juga berdasarkan Al-Quran
dan Hadis Rasulullah yang berisi perintah belajar, karena hanya melalui
belajarlah ilmu pengetahuan dapat diraih. Dalam Al-Quran di terangkan:
قَالَ اللهُ تَعَالَ : وَقُلْ رَبِّ
زِدْنِيْ عِلْمًا
Dan Allah berfirman : Katakanlah
‘Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan !’ QS. Taha 114.
قَالَ اللهُ تَعَالَ : قُلْ هَلْ يَسْتَوِ
الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَايَعْلَمُوْنَ
Dan Allah berfirman : Katakanlah
‘Apakah dapat di samakan orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui’ QS. Az-Zumar 9.
قَالَ تَعَالَ : اِنَّمَا يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Dan Allah berfirman : Sesungguhnya
yang benar-benar takut kepada Allah hanyalah mereka yang berilmu pengetahuan QS.
Fathir 28.
Dalam Hadis juga diterangkan :
Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah
saw. bersabda : “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu
pengetahuan, maka Allah akan memudahkannya jalan itu ke surga.”HR. Muslim
Abu darda ra. mendengar bahwa Rasulullah saw.
bersabda: “Barang siapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah
akan memudahkan baginya jalan ke surga. Para malaikat selalu meletakkan
sayapnya menaungi para pelajar karena senang terhadap perbuatan mereka. Dan
orang berilmu dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi, serta ikan-ikan
didalam air. Kelebihan seorang berilmu atas ahli ibadah bagaikan kelebihan
sinar bulan atas bintang-bintang lain. Sesungguhnya para guru adalah sebagai
pewaris nabi. Sesungguhnya nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham. Hanya
mewariskan ilmu agama. Barangsiapa yang telah mendapatkannya berarti telah
mengambil bagian yang besar.”HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi.
D Teori-teori pokok belajar
Untuk lebih memperjelas pengertian pentingnya belajar,
prinsip-prinsip belajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi. Di antara
sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tiga macam yang
sangat menonjol, yaitu: Connectionism, Classical Conditioning, dan
Operant Conditioning.
1.
Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah
teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949)
berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike
ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar di tempatkan dalam
sangkar yang berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan,
seperti pengungkit, gerendal pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit
dengan gerendal tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian rupa sehingga
memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia
di depan sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle
box (peti teka-teki) itu merupakan situasi stimulus yang merangsang
kucing untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada didepan
pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat dan berlari-larian,
namun gagal membuka untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhinya,
entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan
terbukalah pintu sangkar tersebut. Ekperimen puzzle box ini
kemudian terkenal dengan nama instrument conditioning. Artinya,
tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai instrumental (penolong)
untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki.
Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike
berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah
sebabnya teori koneksionisme juga disebut ‘‘S-R Bond Theory’’ dan “S-R
Psychology of Learning”. Di samping itu, teori ini juga terkenal
dengan sebutan “ Trial and Error Learding”. Istilah ini
menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam
mencapai suatu tujuan.
Apabila kita perhatikan dengen seksama, dalam
eksperimen Thorndike tadi akan kita dapati dua hal pokok yang mendorong
timbulnya fenomena belajar.
Pertama,
keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah
tentu tak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan
tidur saja puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain,
kucing itu akan menampakkan gejala belajar untuk ke luar. Sehubungan dengan hal
ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal
yang sangat vital dalam belajar.
Kedua,
tersedianya makanan di muka pintu puzzle box. Makanan ini merupakan
efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons dan kemudian menjadi
dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya,
jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan antara stimulus
dan repons akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan (mengganggu)
efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons
tersebut. Hukum belajar inilah yang menghasilkan munculnya konsep Rienforcer dalam
teori Operant Conditioning hasil penemuan B.F. Skinner.
Di samping law of effect, Thorndike juga
mengemukakan dua macam hukum lainnya yang masing-masing disebut law of
readiness dan law of exercise. Sekarang, kedua hukum ini sesungguhnya tidak
terlalu popular, namun cukup berguna sebagai tambahan kajian dan perbandingan.
Law of readiness (hukum kesiapsiagaan) pada prinsipnya hanya
merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conduction
units (satuan perantaraan). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan
yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Jelas, hukum
ini semata-mata bersifat spekulatif, menurut Reber (1988), hanya bersifat
historis.
Law of exercise (hukum latihan) ialah generalisasi atas law of
use dan law of disuse Menurut Hilgard dan Bower (1975), jika perilaku
(perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi
perilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika
pelaku tadi tidak sering dilatih atau tidak digunakan maka akan terlupakan atau
sekurang-kurangnya akan menurun (law of disuse).
2.
Pembiasaan
Klasik
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning)
ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov
(1849-1936), seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah
Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengen cara mendatangkan
stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Kata classical yang mengawali nama
teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap
paling dahulu dibidang conditioning (upaya pembiasaan) dan
untuk membedakannya dari teoriconditioning lainnya. Selanjutnya,
mungkin kerena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat disebut respondent
conditioning (pembiasaan yang dituntut).
Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk
mengetahui hubungan-hubungan antaraconditioned stimulus (CS), unconditioned
stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned
response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons
yang dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun
UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajaridan
respons yang tidak dipelajaritu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian
rupa dan pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang
dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum
dilatih (dikenai eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air
liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika bel dibunyikan, secara alami
pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relavan, yakni tidak mengeluarkan
air liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan
pembiasaan mendengar bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa
serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel
tadi (CS) didengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apakah yang terjadi?
Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya
mendengar suara bel (CS). Jadi, (CS) akan menghasilkan (CR) apabila (CS) dan
(UCS) telah berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Dari hasil percobaan itu, Pavlov mendapat kesimpulan
bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena
latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan menjadi dua macam refleks,
yaitu refleks wajar (keluar air liur ketika makan) dan refleks bersyarat/refleks
yang dipelajari (keluar air liur ketika mendengar bunyi bel).
3.
Pembiasaan
Perilaku Respons
Teori pembiasaan perilaku respons (operant
conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan
masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa kini.
Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904).
“Operant” adalah sejumlah perilaku atau respons
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat. Tidak seperti
dalam respondent conditioning (yang responsnya
didatangkan oleh stimulus tertentu), respons operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan olehreinforcer. Reinforcer itu
sendiri adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah
respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.
Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan
seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan
nama “Skinner Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam
komponen pokok, yakni: manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang
antara lain berupa wadah makanan. Manipulandumadalah komponen yang
dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement.
Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu
mengeksplorasi peti sangkar dengan cara lari kesana kemari, mencium benda-benda
yang ada disekitarnya, mencakar dinding dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini
disebut”emitted behavior” (tingkah laku yang terpancar), yakni
tingkah laku yang terpancar dari organisme tanpa memperdulikan stimulus
tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara kebetulan salah satu emitted
behaviortersebut (seperti cakaran kaki depan atau sentuhan moncong) dapat
menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini mengakibatkan munculnya butir-butir
makanan ke dalam wadahnya.
Butir-butir makanan yang muncul itu merupakan reinforcer bagi
penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit ini disebut tingkah laku operant yang
akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement,yakni
penguatan berupa butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.
Jelas sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip
sekali dengan trial and error learning yang ditemukan oleh
Throndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah laku belajar menurut Throndike
selalu melibatkansatisfaction/kepuasan, sedangkan menurut Skinner
fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan. Dengan
demikian, baik belajar dalam teori S-R Bond maupun dalam teori operant
conditioning langsung atau tidak, keduanya mengakui arti penting law
of efect.
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant
conditioning juga tunduk kepada dua hukum operant yang
berbeda, yakni: law of operant conditioning dan law of
operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika
timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya,
menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah lakuoperant yang
telah diperbuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau
bahkan musnah. Hukum-hukum ini pada dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang
melekat dalam proses belajar menurut teori pembiasan yang klasikal.
Teori-teori belajar hasil eksperimen Thorndike,
Skinner, dan Pavlov di atas secara principal bersifat behavioristik dalam arti
lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat
diukur. Teori-teori itu juga bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan
stimulus dan respons sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Jika
kita renungkan dan bandingkan dengan teori juga temuan riset psikologi
kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-teori behavioristik
yang terlanjur diyakini sebagian besar ahli pendidikan kita itu, sesungguhnya
mengandung banyak kelemahan.
E
Proses dan fase belajar
1.
Definisi proses belajar
Proses adalah kata yang berasal
dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan kedepan”. Kata ini
mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu
sasarab atau tujuan. menurut Chaplin (1972) proses adalah any change in any
objek or organism, particulary a behavioral or psychological change. (proses
adalah perubahan yang menyangkut tingkah laku atau perubahan.
Dalam psikologi belajar proses
berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan
ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988). Jika kita
perhatikan ungkapan any change in any object or organism, dalam definsi
chaplin diatas dan kata-kata “cara-cara atau langkah-langkah” dalam definisi
Reber tadi, istilah “tahapan perubahan” dapat kita pakai sebagai padanan kata
proses. Jadi, proses nelajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam dirir siswa. Perubahan
tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju
daripada keadaan sebelumnya.
2.
Fase-fase dalam proses belajar
karena belajar itu merupakan
aktivitas yang berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi perubahan-perubahan
yang bertahap. perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang
antara satu dengan laninnyayang lebih maju daripada sebelumnya.
Menurut Jerome S. Bruner, dalam
proses belajar siswa menempuh tiga fase, yaitu:
1)
Tahap informasi
(tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa
yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari.
2)
Tahap transformasi
(tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang
telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk
yang abstrakatau konseptual.
3)
Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang
siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan
tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
Menurut Wittig (1981)
dalam bukunya psychology of learning, setiap proses belajar selalu berlangsung
dalam tahapan tahapan yang mencakup:
1)
Tahap penerimaan
informasi
seorang siswa mulai menerima
informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga
menimbulkan pemahaman dan perilaku baru.
2)
Tahap penyimpanan
informasi
seorang siswa akan secara
otomatis mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia
peroleh ketika menjalani proses belajar.
3)
Tahap mendapatkan
kembali informasi
Seorang siswa kan mengaktifkan
kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, ketika ia menjawab pertanyaan dan
memecahkan masalah.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Belajar merupakan sebuah
proses yang mampu merubah tingkah laku seseorang yang memerlukan sebuah proses
secara terus menerus . Kita juga perlu mengetahui berbagai teori – teori
tentang belajar sehingga menambah wawasan kita bagaimana cara belajar yang
mampu membantu kita mendapatkan hasil yang maksimal. Yang sangat diharapkan
setelah kita belajar tidaklah hanya menguasai teorinya saja, tetapi bisa kita
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat membuat kehidupan kita lebih
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Purwanto
Ngalim . Psikology Pendidikan . Bandung : Remaja Rosdakarya .
2007
Ø
Syah
Muhibbin . Psikologi Pelajar . Jakarta : Raja Grafindo Persada
. 2003
Ø
Syah Muhibbin . Psikologi
pendidikan dengan pendekatan baru . Bandung : PT Remaja Rosdakarya . 2014
Ø Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2004),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar