SELAMAT MEMBACA SOBAT... SEMOGA BERMANFAAT AMIIN... BB : 542B97DF

Sabtu, 12 April 2014

Syubhat

MAKALAH
MENINGGALKAN SYUBHAT



DI SUSUN OLEH:
         KELOMPOK 5             ANGGA ABDUL MALIK
                                               DAMAYANTI
                                               ARSELAWATI
         MATA KULIAH           HADIS TARBAWI
         PRODI                          S1- Manajemen Pendidikan Islam
         SEMESTER                 II (DUA)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara’, sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW,"Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)." Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya makanan, obat, perilaku, ibadah dan lain-lain.

Maknanya adalah yang halal itu jelas, tidak meragukan, sebagaimana yang haram juga jelas, tidak meragukan. Di antara keduanya ada barang yang syubhat yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya dan mereka tidak tahu apakah itu halal atau haram. Apabila tidak tahu halal dan haram suatu hal, maka akan timbul suatu penyakit yaitu syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya. Seringkali penyakit hati bertambah parah, namun pemiliknya tak juga menyadari. Karena ia tak sempat bahkan enggan mengetahui cara penyembuhan dan sebab-sebab (munculnya) penyakit tersebut. Bahkan terkadang hatinya sudah mati, pemiliknya belum juga sadar kalau sudah mati. Sebagai buktinya, ia sama sekali tidak merasa sakit akibat luka-luka dari berbagai perbuatan buruk.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan di makalah ini adalah:

1. Apa pengertian syubhat?
2. Syubhat dan macam-macamnya?
3. Bagaimana upaya setiap umat untuk menjauhi hal-hal syubhat?
4. Mengapa kita menjauhi perkara syubhat?
5. Apa manfaat meninggalkan perkara syubhat?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah hadits tarbawi dan sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan kita serta menjadi masukan/solusi bagi kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari hal-hal bersifat syubhat.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian syubhat

Yaitu keragu-raguan atau kekurang jelasan tentang  sesuatu (apakah halal atau haram dsb) karena kurang jelas status hukumnya; tidak terang (jelas) antara halal dan haram atau antara benar dan salah.
Sabda asulullah SAW:
Artinya: Dari Abu Abdillah, Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram (juga) jelas, (namun) diantara keduanya itu ada hal-hal yang syubhat, tidak banyak orang yang mengetahuinya. Barang siapa yang menjaga (diri) dari perkara syubhat itu maka ia telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang jatuh ke dalam perkara yang syubhat maka ia (bisa) jatuh ke dalam perkara yang haram, seperti seorang pengembala yang mengembalakan (ternaknya) disekitar kawasan terlarang, nyaris (ternak gembalaannya itu) merumput di daerah terlarang tersebut. Ketahuilah! Bahwa setiap raja itu mempunyai kawasan terlarang, ketahuilah! Bahwa kawasan terlarang Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah! Di dalam jasad itu terdapat segumpal darah, apabila ia baik maka akan baik pula seluruh jasad, dan apabila ia rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah! Ia itu adalah hati (H.R. Bukhari, Muslim, dll/ Arba’in An-Naawiyah, hadits No.6).

2. Syubhat dan macam-macamnya

Ulama berbeda pendapat tentang hukum syubhat. Ada yang berpendapat haram, ada yang berpendapat makruh, namun ada juga yang berpendapat tawaquf (tidak bisa diputuskan dengan pasti).

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi berkata dalam mengomentari hadits di atas: Segala sesuatu itu dibagi menjadi tiga:
         ·            Pertama: Halal, dan ini sangat jelas, seperti makan roti, buah-buahan dan lain sebagainya dari makanan, juga seperti berjalan, melihat, dan amaliyah yang lainnya.
         ·            Kedua: Haram, dan ini juga sangat jelas, misalnya minum khamer, zina dan lain sebagainya
         ·            Ketiga: Syubhat, yang tidak jelas halal atau haramnya, yang karenanya banyak orang yang tidak mengetahuinya. Sedangkan ulama bisa mengetahuinya melalui berbagai dalil Al-Qur`an, Sunnah atau melalui qias. Jika tidak ada nash (al-Qur`an atau sunnah) dan tidak ada ijma’, maka dilakukan ijtihad. Meski demikian, jalan yang paling selamat adalah meninggalkan perkara syubhat.


 Ibnu Munzir membagi syubhat pada tiga bagian:
         ·            Sesuatu yang diketahui keharamannya secara jelas, namun kemudian timbul keraguan karena bercampur dengan yang halal, dalam hal ini, hukumnya jelas jatuh pada haram, seperti daging sapi yang tercampur dengan daging babi.
         ·            kebalikannya, yaitu sesuatu yang jelas halalnya namun kemudian timbul keraguan, atau jika keraguan itu muncul setelah ada rasa yakin, dalam hal ini kembali pada hukum asal/ yang diyakini semula, sebagaimana yang disebutkan oleh sebuah kaidah fiqh: اليقينلايزالبالشك / al-yaqiinu laa yazaalu bisy-syakk (sesuatu yang telah diyakini itu tidak bisa digugurkan dengan keraguan). Umpamanya seorang suami yang ragu-ragu apakah ia telah mengucapkan kalimat talak atau belum, atau seseorang yang telah berwudhu kemudian ragu-ragu apakah ia sudah batal atau belum.
         ·            sesuatu yang diragukan halal atau haramnya. Dalam hal ini lebih baik menghindarinya, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah terhadap kurma yang beliau temukan di atas tikar beliau. Beliau tidak mau memakan kurma tersebut karena khawatir kurma tersebut adalah kurma sedekah, sedangkan Rasulullah tidak boleh memakan sedekah.

3. Upaya untuk menjauhi hal-hal syubhat

Beberapa hal yang bersifat syubhat
3.1  Merayakan Natal (Hari Raya Umat Nasrani)
Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah artikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Sebagai landasan dari hal tersebut adalah fatwa MUI tentang anjuran tidak mengikuti perayaan Natal di Indonesia:

a) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al Qur`an surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: ” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

2. Al Qur`an surat Luqman ayat 15
Artinya: ” Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”


3. Al Qur`an surat Mumtahanah ayat 8:
Artinya: ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

b) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan :
1. Al Qur`an surat Al-Kafirun:
Artinya: ”Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui.”

3.2 Makanan (bahan tambahan makanan)
Banyak sekali pangan olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya karena bahan tambahan makanannya yang masih perlu diteliti. Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi.

Ada satu jenis bahan tambahan makanan yang juga rawan kehalalannya (beberapa), sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran ini disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan di antaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar yang digunakan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya. Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi), dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya. Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari mana asam lemaknya. Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia bahan dasar, di samping pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya mengaudit kehalalan bahan flavor ini, bukan pekerjaan mudah dan kembali memerlukan keahlian dan bekal pengetahuan yang tinggi di bidang ini, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

4. Menyikapi perkara syubhat

Fitnah syubhat dapat dihadapi dengan ilmu. Sebagaimana perkataan Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh: “Seseorang yang kokoh dalam ilmu jika datang syubhat-syubhat kepadanya sebanyak ombak lautan tidak akan menggoyahkan keyakinannya, dan sama sekali tidak menimbulkan keraguan sedikitpun pada hatinya. Karena jika seseorang telah kokoh dalam ilmu maka tidak akan digoyahkan oleh syubhat, bahkan jika datang syubhat kapadanya akan

 ditolak oleh penjaga ilmu dan pasukannya sehingga syubhat tersebut akan kalah dan terbelenggu”

Cara orang menghadapi masalah syubhat inipun bermacam-macam, tergantung kepada perbedaan pandangan mereka, perbedaan tabiat dan kebiasaan mereka, serta juga perbedaan tingkat wara' mereka. Ada orang yang tergolong khawatir yang senantiasa mencari masalah syubhat hingga yang paling kecil sehingga mereka menemukannya. Seperti orang-orang yang meragukan binatang sembelihan di negara Barat, hanya karena masalah yang sangat sepele dan remeh. Mereka mendekatkan masalah yang jauh dan menyamakan hal yang mustahil dengan kenyataan. Mereka mencari-cari dan bertanya-tanya sehingga mereka mempersempit ruang gerak mereka sendiri, yang sebetulnya diluaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah: 101:

Artinya: ” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dalam kitab Arba’in Nawawi
Artinya:”Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah SAW. (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh)

Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan, ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori syubhat.

5. Manfaat meninggalkan perkara syubhat

1. Meninggalkan sesuatu yang syubhat dan komit terhadap yang halal dalam masalah apapun, dapat mengarahkan seorang muslim pada sikap wara’ yang sangat potensial untuk menangkal bisikan setan, serta dapat mendatangkan kebaikan yang sangat besar, di dunia maupun di akhirat. Dengan menjaga diri dari perkara-perkara syubhat, maka akan terjaga agamanya maupun kehormatannya.
2. Orang yang meninggalkan syubhat pasti akan terpelihara kehormatan dan agamanya, karena logikanya tidak mungkin seseorang mampu meninggalkan berbagai perkara syubhat sementara ia sendiri masih bergelimang dengan hal-hal yang haram.
3.Orang yang sudah terbiasa dengan hal-hal yang syubhat, dikhawatirkan suatu saat akan terjerumus pada hal-hal yang haram. Dalam hal ini, Rasulullah mengumpamakannya dengan orang yang mengembalakan kambing di dekat daerah terlarang. Sepandai-pandainya pengembala menjaga kambingnya, suatu saat pasti ada saatnya dia lengah, sementara kambing hanya tertarik pada makanan tanpa peduli apakah itu telah masuk daerah terlarang dan berbahaya atau tidak.
4.Dalam hadits ini, seolah Rasul mengibaratkan nafsu manusia dengan kambing. Kambing hanya menuruti naluri makannya tanpa peduli apakah daerah tempat ia merumput dilarang untuk dimasuki dan berbahaya untuk dirinya sendiri ataukah tidak. Iman yang tertanam

 dalam dada adalah pengembala kambing tersebut. Kalau iman lemah dan lengah dalam menjaga gembalaannya, maka nafsu akan lepas kendali. Dan pengembala yang baik tidak akan mau mengambil resiko gembalaannya merumput di tempat terlarang.
5. Diantara jalan menjaga kebersihannya adalah dengan tidak membiasakan diri pada hal-hal yang syubhat. Karena bila sudah terbiasa dengan hal-hal yang syubhat -apalagi yang haram-, hati tidak akan memiliki kepekaan lagi terhadap hal yang haram. Ibarat seorang pemulung yang sudah terbiasa mencium aroma busuknya sampah, maka ia tidak akan merasa terganggu dengan aroma busuknya. Tidur dan makan di tengah aroma busuk sampah adalah hal biasa bagi mereka.




 BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya. Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan (karena ketidakjelasan atau kesamarannya), ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori syubhat.

Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan kehormatan kita dari noda-noda yang mungkin saja tanpa kita sadari menempel pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung menentukan sikap.

Bahwa setiap orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat maka:
         ·            Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram.
         ·            Dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang haram.
         ·            Tidak akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya.
         ·            Dia tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya.
         ·            Berkurangnya kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.


B. Saran

Yang paling baik adalah bagaimana kita menghindari hal-hal yang syubhat tersebut. Karena dengan menghindari hal yang syubhat kita telah menjaga kesucian diri dan agama.




DAFTAR PUSTAKA

Ø Imam Nawawi-Riyadhus shalihin







  

Rabu, 02 April 2014

Solat

MAKALAH
FIQH IBADAH TENTANG SHALAT




DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 4                      ANGGA ABDUL MALIK
                                                         DENI KURNIATI
PRODI                                   SI-Manajemen Pendidikan Islam
MATA KULIAH                    FIQH IBADAH
SEMESTER                          II (dua)




UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM

2014




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Apa pengertian shalat?...
2.Apa saja syarat-syarat wajib shalat?...
3.Apa saja syarat-syarat sah shalat?...
4.Apa saja rukun shalat?...
5.Ada berapa macam-macam shalat?...
6.Apa hikmah dilaksanakannya shalat?...








                                                                           BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian shalat

Asal makna shalat menurut bahasa ialah “doa” tetapi yang di maksud disini ialah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang di mulai dengan takbir, di sudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang di tentukan.
Firman Allah Swt:

وَاَقِيْمِ الصَّلاَةَاِنَّ الصَّلاَةَتَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِوَالْمُنْكَرِ (سورةالعنكبوت ٤٥)
Artinya:”Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar”(Q.S. Al-‘ankabut; 45)

2. Syarat-syarat wajib shalat

Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping adanya kriteria lain seperti rukun.Syarat wajib salat adalah sebagai berikut:

1. Islam
Orang yang bukan islam tidak di wajibkan shalat, berarti ia tidak di tuntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk islam, karena meskipun di kerjakannya, tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapat siksaan di akhirat karena ia tidak shalat, sedangkan ia dapat mengerjakan shalat dengan jalan masuk islam terlebih dahulu.
Firman Allah Swt:
فِى جَنَّتٍ يَتَسَاءَلُوْنّّ عَنِ الْمُجْرِمِيْنّّ مَاسَلَكَكُمْ فِى سَقَرّّ قَالُوْلَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنّّ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنّّ
Artinya: “Berada di dalam surga mereka tanya menanya tentang keadaan orang-orang yang berdosa, ‘Apakah yang memasukan kamu kedalam saqor(neraka)?’ Mereka menjawab, kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin’”.(Al-mudassir; 40-44)

2. Baligh
anak-anak kecil tidak dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya: Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).

3. Berakal
Orang gila, orang kurang akal (ma’tuh) dan sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip dalam  menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur ulama alasannya adalah hadits yang

diterima dari Ali r.a. yang artinya: “dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia sembuh”

3. syarat-syarat sah shalat

Adapun syarat sah shalat sebagai berikut:
1. Suci dari hadas besar dan hadas kecil
Sabda rasulullah saw:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلَاَةاَحَدِكُمْ اِذَااَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ– رواه البخارى ومسلم
Artinya: Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu apabila ia berhadas hingga ia berwudhu (riwayat bukhari dan muslim)

Firman Allah swt:
وَاِنْكُنْتُمْ جُنُبًافَاطَّهَّرُوْا – المائده ٦
Artinya: jika kamu junub maka mandilah (al-maidah 6)

2. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari na’is yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.

3. Menutup aurat
Aurat di tutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusar sampai lutut,aurat perempian seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan.
Firman Allah swt:
يبَنِى ادَمَ خُذُوْازِيْنَتَكُمْ عِنْدَكُلِّ مَسْجِدٍ-الاعراف ۳۱
Artinya: Hai anak adam pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid (Al-a’raf; 31)

4. Mengetahui masuknya waktu shalat
Di antara syarat sah shalat ialah mengetahui bahwa waktu shalat sudah tiba. Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu, shalatnya tidak sah.

5. Menghadap ke kiblat (ka’bah)
Selama dalam shalat wajib menghadap ke kiblat. Kalau shalat berdiri atau shalat duduk menghadapkan dada. Kalau shalat berbaring menghadap dengan dada dan muka. Kalau shalat menelentang, hendaklah dua tapak kaki dan mukanya menghadap ke kiblat, kalau mungkin, kepalanya di angkat dengan bantal.
Firman Allah swt:




قَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَالْمَسْجِدِالْحَرَامِ وَحَيْثُ مَاكُنْتُمْ فَوَلُّوْاوُجُوْهَكُمْ شَطْرَه- البقره۱٤٤     
Artinya: Palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya (Al-baqarah 144)

4. Rukun shalat

Rukun shalat menurut mamazhab syafi’i ada 13, antara lain:
1. Niat
Arti niat ada dua:
a. Asal makna niat ialah “menyengaja” suatu perbuatan. Dengan adanya kesengajaan ini, perbuatan dinamakan ikhtijari (kemauan sendiri, bukan di paksa).
b. Niat pada syara’ (yang menjadi rukun shalat dan ibadah yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan, karena mengikuti perintah Allah supaya diridhoinya.
Sabda rasulullah saw:
اِنَّمَاالْاَعْمَلُ بِالنِّيَاتِ . رواه البخارى ومسلم
Artinya: sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat (riwayat bukhari dan muslim)

2. Berdiri bagi orang yang kuasa
Orang yang tidak kuasa berdiri, boleh shalat sambil duduk; kalau tidak kuasa duduk, boleh berbaring; dan kalau tidak kuasa berbaring, boleh menelentang; kalau tidak kuasa juga demikian, salatlah sekuasanya, meskipun dengan isyarat.yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada.

3. Takbirotul ihram (membaca “Allahu Akbar”)

4. Membaca surat Al-fatihah
لاَصَلَاةَلِمَنْ لَمْ يَقْرَأْبِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ . رواه ا لبخارى
Artinya: Tiadalah shalat bagi seorang yang tidak membaca fatihah (riwayat bukhari)

5. Rukuk serta tuma’ninah ( diam sebentar)
Sabda rasulullah saw:
ثُمَّ ارْكَعَ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا . رواه البخارى ومسلم
Artinya: Kemudian rukuklah engkau hingga engkau diam sebentar untuk rukuk. (riwayat bukhari dan muslim)

6. I’tidal serta tuma’ninah
Sabda rasulullah saw:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتّى تَعْدِلَ قَائِمًا . رواه البخارى ومسلم
Artinya: Kemudian bangkitlah engkau sehingga berdiri tegak untuk i’tidal. (riwayat dukhari dan muslim)





7. Sujud dua kali serta tuma’ninah
Sabda rasulullah saw:
ثًمَّ اسْجُدْحَتّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًاثُمَّ ارْفَعْ حَتّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًاثُمَّ اسْجُدْحَتّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا . زواه البخارى ومسلم
Artinya: kemudian sujudlah engkau hingga diam sebentar untuk sujud. Kemudian bangkitlah engkau hingga engkau bangkit untuk duduk. Kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud. (riwayat bukhari dan muslim)

8. Duduk di antara dua sujud serta tuma’ninah
Sabda rasulullah saw:
ثُمَّ اسْجُدْحَتّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًاثُمَّ ارْفَعْ حَتّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًاثُمَّ اسْجُدْحَتّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا . رواه البخارى ومسلم
Artinya: kemudian sujudlah engkau hingga diam sebentar untuk sujud. Kemudian bangkitlah engkau hingga engkau bangkit untuk duduk. Kemudian sujudlah engkau hingga diam untuk sujud. (riwayat bukhari muslim)

9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, shalawat atas nabi saw, dan atas keluarga beliau, keterangan yaitu amal Rasulullah saw. (beliau selalu duduk ketika membaca tasyahud dan shalawat).

10. Membaca tasyahud akhir

11. Membaca shalawat atas nabi muhammad saw.
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun membaca shalawat atas keluarga beliau menurut syafi’i tidak wajib melainkan hanya sunah.
Sabda rasulullah saw:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍعَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:اِذَاتَشَهَّدَاَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِفَلْيَقُلْ:اَللّهُمَّ صَلّ.... الخ.رواه البيهقى والحاكم              
                   
Artinya: Dari ibnu mas’ud, dari Nabi saw: apabila salah seorang diantara kamu telah membaca tasyahud dalam shalat, hendaklah ia membaca: Allahumma solli.......(shalawat) sampai akhir (riwayat baihaki dan hakim)

12. Memberi salam
Sebagian ulama berpendapat bahwa memberi salam itu wajib dua kali, ke kanan dan ke kiri.
Sabda rasulullah saw:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍاَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كاَنَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ يَسَارِهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ حَتّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ. رواه الخمسه وصححه الترمذى
Artinya: Dari ibnu mas’ud, sesungguhnya Nabi saw. Memberi salam ke kanan dan ke kiri, beliau mengucapkan, “Assalamualaikum warohmatullah, assalamualaikum warohmatullah.” Sehingga kelihatan putih pipi beliau. (riwayat lima ahli hadis dan di sahkan oleh tarmidzi)

13. Menertibkan rukun
Artinya meletakkan rukun pada tiap-tiap tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah di sebutkan di atas.


5. Macam-macam shalat wajib dan sunnah

A. Macam-macam sholat wajib:
1)  Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan . Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+ pukul 19:00 s/d menjelang fajar)yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah (sebelum) dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.

2) Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at . Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja.

3) Sholat Lohor (Dhuhur) yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat di atas kepala (tegak lurus) + pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at).

4) Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud . Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir (+ pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at.

5) Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud dan. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam (+ pukul 18:00) yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua raka'at atau empat raka'at dengan, sedang sholat sunnah qobliyah hanya dianjurkan saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan kehabisan waktu).

B. Macam-macam sholat sunah:
1. Shalat Sunah Tahajud
Shalat sunah tahajud adalah shalat yang dikerjakan pada waktu tengah malam di antara shalat isya’ dan Shalat shubuh setelah bangun tidur. Jumlah rokaat shalat tahajud minimal dua rokaat hingga tidak  terbatas. Saat hendak kembali tidur sebaiknya membaca ayat kursi, surat al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.

2. Shalat Sunah Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 hingga jam 10.00 waktu setempat. Jumlah roka'at shalat dhuha minimal dua rokaat dan maksimal dua belas roka'at dengan satu. Manfaat dari shalat dhuha adalah supaya dilapangkan dada dalam segala hal, terutama rejeki. Saat melakukan sholat dhuha sebaiknya membaca ayat-ayat surat al-waqi'ah, adh-dhuha, al-quraisy, asy-syamsi, al-kafirun dan al-ikhlas.

3.Shalat Sunah Istikharah
Shalat istikharah adalah shalat yang tujuannya adalah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT dalam menentukan pilihan hidup baik yang terdiri dari dua hal/perkara maupun lebih dari dua.

Hasil dari petunjuk Allah SWT akan menghilangkan kebimbangan dan kekecewaan di kemudian hari. Setiap kegagalan akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang kelak akan berguna di masa yang akan datang

4. Shalat Sunah Tasbih
Shalat tasbih adalah solat yang bertujuan untuk memperbanyak memahasucikan Allah SWT. Waktu pengerjaan shalat bebas. Setiap rokaat dibarengi dengan 75 kali bacaan tasbih. Jika shalat dilakukan siang hari, jumlah rokaatnya adalah empat rokaat salam salam, sedangkan jika malam hari dengan dua salam.

5. Shalat Sunah Taubat
Shalat taubat adalah shalat dua roka'at yang dikerjakan bagi orang yang ingin bertaubat, insyaf atau menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dengan bersumpah tidak akan melakukan serta mengulangi perbuatan dosanya tersebut. Sebaiknya shalat sunah taubat dibarengi dengan puasa, shodaqoh dan sholat.

6. Shalat Sunah Hajat
Shalat Hajat adalah shalat agar hajat atau cita-citanya dikabulkan oleh Allah SWT. Shalat hajat dikerjakan bersamaan dengan ikhtiar atau usaha untuk mencapai hajat atau cita-cita. Shalat sunah hajat dilakukan minimal dua rokaat dan maksimal dua belas bisa kapan saja dengan satu salam setiap dua roka'at, namun lebih baik dilakukan pada sepertiga terakhir waktu malam.

7. Shalat Sunah Safar
Shalat safar adalah sholat yang dilakukan oleh orang yang sebelum bepergian atau melakukan perjalanan selama tidak bertujuan untuk maksiat seperti pergi haji, mencari ilmu, mencari kerja, berdagang, dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah supaya mendapat keridhoan, keselamatan dan perlindungan dari Allah SWT.

8. Shalat Sunah Rawatib.
Shalat sunah rawatib dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu. Yang sebelum Shalat Fardhu disebut shalat qobliyah, dan yang setelah shalat fardhu di sebut shalat Ba'diyah. Keutamaannya adalah sebagai pelengkap dan penambal shalat fardhu yang mungkin kurang khusu atau tidak tumaninah.

9. Shalat Sunah Istisqho’
Shalat sunah ini di lakukan untuk memohon turunnya hujan. dilakukan secara berjamaah saat musim kemarau.

10. Shalat Sunah Witir.
Shalat sunah witir dilakukan  setelah sampai sebelum fajar. bagi yang yakin akan bangun malam diutamakan dilakukan saat sepertiga malam setelah shalat Tahajud. Shalat witir disebut juga shalat penutup. biasa dilakukan sebanyak tiga rakaat dalam dua kali salam, dua rakaat pertama salam dan dilanjutkan satu rakaat lagi.



11. Shalat Tahiyatul Masjid.
Shalat tahiyatul masjid ialah shalat untuk menghormati masjid. Disunnahkan shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk ke masjid, sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul masjid itu dua raka’at.

12. Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih yaitu shalat malam pada bulan ramadhan hukumnya sunnah muakad atau penting bagi laki-laki atau perempuan, boleh dikerjakan sendiri-sendiri dan boleh pula berjama’ah.

13. Shalat Hari Raya (Idul Adha dan Idul Fitri).
Sebagaimana telah diterangkan bahwa waktu shalat hari raya idul fitri adalah tanggal 1 syawal mulai dari terbit matahari sampai tergelincirnya. Akan tetapi, jika diketahui sesudah tergelincirnya matahari bahwa hari itu tanggal 1 syawal jadi waktu shalat telah habis, maka hendaklah shalat di hari kedua atau tanggal 2 saja. Sedangkan untuk shalat hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

14. Shalat Dua Gerhana.
Kusuf adalah gerhana matahari dan khusuf adalah gerhana bulan. Shalat kusuf dan khusuf hukumnya sunnah muakaddah berdasarkan sabda Nabi saw. Yang artinya :
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang maupun kehidupannya. Maka apabila kalian menyaksikan itu, hendaklah kalian shalat dan berdoa kepada Allah Ta’ala.” (H.R. Syaikhain).

6. Hikmah dilaksanakannya shalat

Dari sudut religious shalat merupakan hubungan langsung antara hamba dengan khaliq-nya yang di dalamnya terkandung kenikmatan munajat, pernyataan ubudiyah, penyerahan segala urusan kepada Allah, keamanan dan ketentraman serta perolehan keuntungan. Di samping itu dia merupakan  suatu cara untuk memperoleh kemenangan serta menahan seseorang dari berbuat kejahatan dan kesalahan.

Secara individual shalat merupakan pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah SWT, menguatkan jiwa dan keinginan, semata-mata mengagungkan Allah SWT, bukan berlomba-lomba untuk memperturutkan hawa nafsu dalam mencapai kemegahan dan mengumpulkan harta. Di samping itu shalat merupakan peristirahatan diri dan ketenangan jiwa sesudah melakukan kesibukan dalam menghadapi aktivitas dunia.

Shalat mengajar seseorang untuk berdisiplin dan menta’ati  berbagai peraturandan etika dalam kehidupan dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu sholat yang mesti di pelihara oleh setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya. Dengan demikan orang yang melakukan shalat akan memahami peraturan, nilai dan sopan santun, ketentraman dan mengkonsentrasikan pikiran kepada hal-hal yang bermamfaat, karena shalat penuh dengan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nilai-nilai tersebut.


Dari segi social kemasyarakatan shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan ini menumbuhkan hubungan social  yang harmonis dan kesamaan pemikiran dalam menghadapi segalam problema kehidupan social kemasyarakatan.






                                                                          BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali

2. a.Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya.Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah
b. Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat.Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45
c. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus.

B. Saran

Kami hanyalah seorang manusia biasa yang tidak pernah sirna dari kekhilafan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Karena dalam pembuatan  makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka selayaknya kami mengharapkan kritik ataupun saran yang membangun kepada para Pembaca agar kami bisa memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya supaya bisa menjadi lebih baik di masa yang akan datang.


                                           DAFTAR PUSTAKA

-         
-        
-      
-         
Rasjid, H.Sulaiman. 2013. Fiqh islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo