SELAMAT MEMBACA SOBAT... SEMOGA BERMANFAAT AMIIN... BB : 542B97DF

Rabu, 29 Januari 2014

Pembagian Hadis

SELAMAT MEMBACA SOBAT, S'MOGA BERMANFAAT
MAKALAH
PEMBAGIAN HADIS
DAN
MACAM-MACAMNYA

Disusun:
Kelompok  2         ANGGA ABDUL MALIK
TETI SETIAWATY
NURROHMAWATI
Prodi                   manajemen pendidikan islam
Mata Kuliah          ulumul hadis
Semester              1(satu)

PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG
DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAHRAGA
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN AKADEMIK 2013/2014
Jl.H.S.Ronggowaluyo/Teluk Jambe Karawang
No.Telepon : (0267)400177 Web : http://www.unsika.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “PEMBAGIAN HADIS DAN MACAM-MACAMNYA”

Makalah ini berisikan tentang informasi pembagian hadis berdasarkan kualitas perawi dan pembagian hadis berdasarkan kuantitas perawi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Karawang, 18 nopember 2013

        Penyusun                                    Penyusun                              Penyusun



ANGGA ABDUL MALIK       TETY SETIAWATY           NUROHMAWATI






BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Membicarakan tentang pembagian hadis dari segi kualitasnya ini tidak dapat dipisahkan dari pembagian hadis menurut kuantitasnya. Sebagaimana dipahami bahwa dari segi kuantitas, hadis dapat dibedakan menjadi hadis mutawatir, dan hadis ahad.

Untuk yang disebut pertama memberikan pengertian bahwa hadis itu diterima secara yaqin bi-al-qat’I, yaitu nabi Muhammad saw. Memang benar-benar bersabda, berbuat, atau menyatakan dihadapan para sahabat, berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat untuk berbuat dusta. Oleh karena kebenaran sumber-sumbernya telah menyakinkan, maka ia harus diterima dan diamalkan dengan tanpa mengadakan penelitian, baik terhadap sanad maupun matannya.

Sedangkan tipe hadis yang disebut kedua, hanya memberikan faedah zanny, (prasangka) dan karenanya harus diadakan penyelidikan lebih lanjut, baik yang berhubungan dengan sanad maupun matannya, sehingga status hadis tersebut menjadi jelas “apakah diterima sebagai hujjah atau ditolak”.

Atas dasar inilah, kemudian para ulama hadis membagi hadis secara kualitas, menjadi dua bagian, yaitu hadis maqbul dan  hadis mardud. Yang dimaksud dengan hadis maqbul adalah “ hadis yang telah memenuhi syarat-syarat penerimaan (qabul) yaitu apabila sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dhabith, dan matannya tidak syaz dan tidak ber’ilat. Hadis maqbul dapat dimaksud dengan hadis shahih dan hasan. Sedangkan yang dimaksud dengan hadis mardud adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul, baik yang berhubungan dengan sanad maupun matan. Hadis mardud ini juga disebut dengan hadis dhaif.

Rumusan masalah
Rumusan makalah ini adalah:

1.Apa pengertian hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif ?
2.Apa pengertian hadis mutawatir, dan hadis ahad ?









1
BAB II
PEMBAHASAN
Ø HADIS SHAHIH

a.Pengertian Hadis shahih
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar.
Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan “hadits yang bersambung sanadnya, dfiriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit, tidak syadz dan tidak ber’ilat”.
Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:
pertama, apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),
kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW. atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.

b.syarat-syarat hadis shahih
1) Sanadnya Bersambung
setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
3) Perwainya Dhabith
Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4) Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.
2
Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
5) Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.

c. contoh hadis yang shahih
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِب الطُّوْرِ "(رواه البخاري
Artinya:
 Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adza

d.. Klasifikasi Hadits Shahih
1) Hadits Shahih li-Dzatihi
Hadits Shohih li-Dzatihi adalah suatu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang adil, dhabith yang sempurna, serta tidak ada syadz dan ‘Illat yang tercela.
2) Hadits Shahih li-Ghairihi
Adalah hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat menjadi hadits shahih li-ghairihi.

e.Martabat Hadits Shahih
Hadis shahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadis yang bersanad ashahul asanid(sanad yang paling shahih), Kemudian berturut-turut sebagai berikut:
1.      Hadis yang disepakati oleh bukhari muslim
2.      Hadis yang di riwayatkan oleh imam bukhari sendiri
3.      Hadis yang di riwayatkan oleh imim muslim sendiri
4.      Hadis shahih menurut syarat bukhari dan muslim
3
5.      Hadis shahih menurut syarat bukhari
6.      Hadis shahih menurut syarat muslim
7.      Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti pada shahih Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.

f. Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih
1.      Shahih bukhari
2.      Shahih muslim
3.      Murtadrak al-hakim
4.      Shaihih ibnu hiban
5.      Shahih ibnu khuzaimah
6.      Shahih Ibn As-Sakan.
7.      Shahih Al-Abani.

Ø HADIS HASAN

a.Pengertian hadis hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik.menurut ibnu hajar, hadis hasan adalah:
ا اِتَّصَلَ سَنَدُهُ بِنَقْلِ الْعَدَلِ الَّذِيْ خَفَّ ضَبْطُهُ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ وَلاَ عِلَّةٍ
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.



b. Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:
حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ..... الحديث




4
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya
pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).
c.Klasifikasi Hadis Hasan
1) Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
2) Hadits Hasan li-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya.

d. Kehujahan Hadits Hasan
Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.

Ø HADIS DHAIF

a.Pengertian Hadis Dhaif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu; Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

b. Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;
أمَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ "حَكِيْمِ الأَثْرَمِ"عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : " مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَاأَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ





5

Artinya:
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”

c.Klasifikasi Hadis Dhaif
1) Dha’if karena tidak bersambung sanadnya
a.       Hadits Munqathi
Hadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal.

b.      Hadits Mu’allaq
Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut-turut.
c.       Hadits Mursal
Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.
Hadis mursal terbagi 3: mursal jali, mursal shababi,dan mursal khafi.
1.      Mursal jali, yaitu  bila pengguguran yang telah di lakukan oleh rawi(tabi’in) jelas sekali, dapat di ketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang di gugurkan yang mempunyai berita.
2.      Mursal shababi yaitu pemberitaan sahabat yang di sandarkan ke pada nabi Muhammad SAW. Tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, karena pada saat pada saat Rasulullah hidup , ia masih kecil atau terakhir masuknya ke agama islam.
3.      Mursal khafi yaitu Pengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.

2) Dhaif karena tiadanya syarat adil
a.       Hadits al-Maudhu’
      Hadits yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada    Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.
b.      Hadits Matruk dan Hadits Munkar
Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tanpak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun ragu.

3)Dhaif karena tiadanya dhabit
a.       Hadits Mudraj
hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits
6
a.    Hadits Maqlub
hadits yang lafaz matannya terukur pada salah seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian didahulukan pada penyebutannya, yang seharusnya disebutkan belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
b.      Hadits Mudhtharib
hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda padahal dari satu perawi dua atau lebih, atau dari dua perawi atau lebih yang berdekatan tidak bisa ditarjih.
c.       Hadits Mushahhaf dan Muharraf
Hadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya dengan hadits riwayat lain terjadi karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits Muharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.

4)Dha’if karena Kejanggalan dan kecacatan
a.       Hadits Syadz
hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
b.      Hadits Mu’allal
hadits yang diketahui ‘Illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari cacat

5) Dha’if dari segi matan
a.       Hadits Mauquf
hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik sanadnya bersambung maupun terputus.
b.      Hadits Maqthu
hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqthu adalah perkataaan atau perbuatan tabi’in.
c.       Kehujahan Hadits Dhoif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
1)      Level Kedhaifannya Tidak Parah
Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a’mal (keutamaan amal).


7
2)      Berada di bawah Nash Lain yang Shahih
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3)      Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Ø  HADIS MUTAWATIR
a)      Pengertian hadis mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad dan cara penyandaran mereka adalah pancaindra.

b)     Syarat-syarat hadis mutawatir
a) Periwayatannya didukung oleh jumlah yang banyak
b) Menurut logika dan kebiasaannya, tidak dimungkinkan para perawi bersekongkol    untuk berdusta
c) Terdapat Jumlah perawi yang banyak pada setiap tingkatan, dari awal sanad sampai akhir sanad
d) Sandaran dalam periwayatan mereka menggunakan panca indra dan bukan akal.

c)      Contoh hadis mutawatir
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
Artinya:  ”Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka tempat tinggalnya    adalah neraka”.

Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam puluh dua sahabat dengan teks yang sama, bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan lebih dari dua ratus sahabat.

d)     Klasifikasi hadis mutawatir
Para ulama membagi hadis mutawatir menjadi tiga. Yaitu mutawatir lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir ‘amali.


                                                     8
                         ·          Hadis mutawatir lafdzi
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
                         ·          Hadis muatawatir ma’nawi
Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya.
                         ·          Hadis mutawatir ‘amali
Hadis mutawatir ‘amali adalah sesuatu yang di ketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat islam bahwa nabi SAW. Mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat di katakan soal yang telah di sepakati.

Ø  HADIS AHAD
a)      Pengertian hadis ahad
Hadis ahad adalah  hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir, tidak memenuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir.


b)     Klasifikasi hadis ahad
Hadis ahad ini dapat di bagi kedalam tiga macam, yaitu masyhur, ‘aziz dan gharib.

·       Hadis masyhur
Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih pada setiap generasi (tabaqat) tapi tidak mencapai derajat mutawatir (rawinya tidak sebanyak atau kurang dari hadist mutawatir).

Contoh:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ
Artinya: “Sesunggguhnya Allah tidak mengambil ilmu begitu saja dari para hamba-hamba-Nya …..”

Hadits ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat, yaitu Ibnu Umar, Aisyah dan Abu Hurairah.

·           Hadis ‘aziz
Hadits yang diriwayatakan sekurangnya dua orang rawi atau lebih dari dua orang rawi atau lebih.



                                                     9




Contoh:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
Artinya: “Tidak beriman salah seorang dari kalian, sehingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya dan anaknya.”

Hadits ini dirwayatkan oleh dua sahabat, yaitu Anas . dan Abu Hurairah . Kemudian ada dua orang meriwayatkan dari Anas, yaitu Qatadah . dan Abdul Aziz bin Shuhaib . Dua orang meriwayatkan dari Qatadah, yaitu Syu’bah dan. Sa’id Dan dua orang meriwayatkan dari Abdul Aziz bin Shuhaib, yaitu Isma’il bin Aliyah dan Abdul Warits bin Sa’id . Dan dari masing-masing mereka itu para perawi lainnya meriwayatkan hadits ini.

·           Hadis gharib
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi di salah satu generasi (tabaqat) sanadnya.
                         
Contoh:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya masing-masing manusia itu akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya.

Hadits ini diriwayatakan hanya oleh Umar bin Khatab saja.
















                                                     10
BAB III
PENUTUP

*        Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa:

Ø  Hadits shahih, hasan dan dhaif adalah pembagian dari hadits ahad. Hadits shahih adalah hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya  selamat dari kejanggalan dan ‘illat.  Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh yang adil, kurang dhabit, tidak ada keganjilan (syadz), dan tidak ada ‘ilat. Dan hadits dhaif adalah hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat  hadits shahih dan hadits hasan.

Ø  Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya.Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir.Hadits Masyhur Adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan mutawatir.Hadits Aziz adalah hadits yang jumlah perowinya tidak kurang dari dua.Hadits Ghorib Adalah hadits yang diriwayatkan satu perowi saja.

*        Saran
Dari pembahasan di atas, saran kami adalah:

Kami sebagai penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan yang tertulis dalam makalah kami ini, dan kami sangat berharap atas kritik dan saran dari para pembaca sekalian.










11
DAFTAR PUSTAKA


-http://wildanesia.blogspot.com/2012/12/tingkatsanadhadis.html
-http://id.wikipedia.org/wiki/hadis_hasan
-http://magnisulaiman.blogspot.com/2013/03/makalah-hadis-shahih-hasan-dan-dhaif.html
-http://elmisbah.wordpress.com/hadits-dari-aspek-kuantitas/
-http://mustwildan.blogspot.com/2013/01/pembagian-hadits-mutawatir.html
-http://umar-arrahimy.blogspot.com/2013/03/hadits-masyhur.html

-Drs, M.Agus Solahudin, M.Ag.&Agus Suyadi, Lc. M.Ag. 2008.ulumul hadis.Pustaka setia, Bandung





Tidak ada komentar:

Posting Komentar